Komponen utama alat musik gamelan  adalah : bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan
Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa “gamel” yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran “an” yang menjadikannya sebagai kata benda.  Sedangkan istilah gamelan mempunyai arti sebagai satu kesatuan alat musik yang dimainkan bersama.Tidak ada kejelasan tentang sejarah  terciptanya alat musik ini. Tetapi, gamelan diperkirakan lahir pada saat  budaya luar dari Hindu – Budha  mendominasi Indonesia. Walaupun pada  perkembangannya ada perbedaan dengan musik India, tetap ada beberapa  ciri yang tidak hilang, salah satunya adalah cara “menyanyikan” lagunya.  Penyanyi pria biasa disebut sebagai wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana.
Menurut mitologi Jawa, gamelan diciptakan oleh Sang Hyang Guru  pada Era Saka. Beliau adalah dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa,  dengan istana yang berada di gunung Mahendra di daerah Medangkamulan  (sekarang Gunung Lawu).
Alat musik gamelan yang pertama kali diciptakan adalah “gong”,  yang digunakan untuk memanggil para dewa. Setelah itu, untuk  menyampaikan pesan khusus, Sang Hyang Guru kembali menciptakan beberapa  peralatan lain seperti dua gong, sampai akhirnya terbentuklah  seperangkat gamelan.Pada jaman Majapahit, alat musik gamelan  mengalami perkembangan yang sangat baik hingga mencapai bentuk seperti  sekarang ini dan tersebar di beberapa daerah seperti Bali, dan Sunda  (Jawa Barat).
Bukti otentik pertama tentang keberadaan gamelan ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah yang berdiri sejak abad ke-8. Pada relief-nya  terlihat beberapa peralatan seperti suling bambu, lonceng, kendhang  dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan  dipetik, termasuk sedikit gambaran tentang elemen alat musik logam.  Perkembangan selanjutnya, gamelan dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang dan tarian. Sampai akhirnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden.
Gamelan yang berkembang di Jawa Tengah, sedikit berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut apabila dibandingkan dengan Gamelan Bali yang rancak serta Gamelan Sunda yang mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Menurut beberapa penelitian, perbedaan itu adalah akibat dari pengungkapan terhadap pandangan hidup “orang jawa” pada umumnya.
Pandangan yang dimaksud adalah : sebagai orang jawa harus selalu “memelihara keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, serta keselarasan dalam berbicara dan bertindak”.  Oleh sebab itu, “orang jawa” selalu menghindari ekspresi yang  meledak-ledak serta selalu berusaha mewujudkan toleransi antar sesama.  Wujud paling nyata dalam musik gamelan adalah tarikan tali rebab yang  sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta  suara gong pada setiap penutup irama.Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang sangat kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu “sléndro”,  “pélog”,  ”Degung” (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan “madenda” (juga dikenal sebagai diatonis), sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
- Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu : 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil.
 
- Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu : 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar.
 
Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yang terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada.
.
Sumber :
- wikipedia.org
 - yogyes.com
 - supriantoeko.ngeblogs.com
 - photobucket.com
 - ngeteh.files.wordpress.com
 - wacananusantara.org
 

No comments:
Post a Comment