Thanks For Visiting My Blog
BAB I
PENDAHULUAN
A.   
Latar
Belakang Masalah
Tindak perilaku korupsi
akhir-akhir ramai di
perbincangkan, baik di media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas
dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh
masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan
negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat
yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melekukan tindak korupsi. Terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur adalah
cita-cita yang di inginkan oleh masyarakat. Masyarakat yang adil adalah
masyarakat yang menjunjung tinggi nilai hukum. Artinya, melaksanakan aturan
hukum yang berlaku. Masyarakat yang makmur adalah masyarakat yang dapat
mencukupi atau memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak dan wajar. Artinya,
mereka mencukupi kebutuhan hidupnya dengan bekerja secara layak dan wajar,
dalam arti tidak melawan hukum. Maka dari itu, di sini akan membahas tentang korupsi
di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya.
B.    
Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak di capai penulis melalui makalah
ini adalah :
- Mengetahui pengertian dari korupsi.
 - Mengetahui gambaran umum
      tentang korupsi Dan
      Jenis – Jenis Korupsi.
 - Mengetahui persepsi
      masyarakat tentang korupsi.
 - Mengetahui fenomena korupsi
      di Indonesia.
 - Mengetahui Kebijakan Pemerintah Dalam
      Pemberantasan Korupsi
 - Mengetahui Peran Serta Pemerintah Dalam
      Memberantasan Korupsi
 - Mengetahui peran serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi.
 
8.     
Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam
pemberantasan korupsi.
C.   
Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat
adalah sebagai berikut :
- Pengertian
      Korupsi.
 - Gambaran umum tentang
      korupsi di Indonesia dan jenis – jenis korupsi.
 - Ciri
      – ciri korupsi dan wilayah rawan korupsi.
 - Persepsi masyarakat tentang
      korupsi.
 - Fenomena korupsi di
      Indonesia.
 - Kebijakan
      pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
 - Peran pemerintah dan mayarakat dalam memberantas korupsi.
 - Dasar
      hukum pemberantasan korupsi.
 - Upaya
      – upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi.
 
BAB II
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI
A.   
Pengertian Korupsi
Korupsi adalah tindak kejahatan luar biasa, yaitu
perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri dengan cara menyelewengkan atau
menyalahgunakan uang negara. Perbuatan korupsi jelas sangat merugikan
masyarakat, bangsa, dan Negara. Dari pemberitaan media massa diketahui bahwa
kasus korupsi di Indonesia jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Kita
semua tidak menginginkan kasus korupsi terus meningkat.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi di jelaskan
dalam UU No.31 tahun 1999 jo.UU No. 21 tahun 2000, merumuskan 30 bentuk / jenis
tindak pidana korupsi, yang di kelompokan sebagai berikut :
1.                 
Kerugian keuangan negara.
2.                 
Suap menyuap.
3.                 
Penggelapan dalam jabatan.
4.                 
Pemerasan.
5.                 
Perbuatan curang.
6.                 
Benturan kepentingan dalam pengadaan. 
7.                 
Gratifikasi.
B.     Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia dan jenis – jenis korupsi :
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui
Undang-Undang Nomor 24 tahun 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi
Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan
hasil nyata. 
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan “Operasi
Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin
canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan.
Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. 
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup
banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir
1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang
menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum
dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya
dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN. 
Jenis-Jenis
Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi.
Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi: 
- Kerugian
     keuntungan Negara.
 - Suap-menyuap
     (istilah lain : sogokan atau pelicin).
 - Penggelapan
     dalam jabatan.
 - Pemerasan.
 - Perbuatan
     curang.
 - Benturan
     kepentingan dalam pengadaan.
 
7.      Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
C.    Ciri – ciri Korupsi dan Wilayah Rawan Korupsi.
Ciri – ciri Korupsi :
-         
Perbuatan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara.
-         
Perbuatan yang merugikan negara.
-         
Tindakan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat.
-         
Tindakan memperkaya diri sendiri dengan jalan menyalahgunakan kekuasaan.
Wilayah Rawan Korupsi :
-         
Wilayah penegakan hukum
misalnya : keadilan yang
diperdagangkan, rendahnya anggaran pengadilan, campur tangan politik dan
lemahnya yuridikasi.
-         
Wilayah partai politik
misalnya : sumbangan yang tidak terpantau, uang
pelicin dari pelaku dan tidak adanya kebijakan apapun dari partai berkenaan
dengan hal-hal yang berpeluang terjadinya korupsi.
-         
Wilayah lembaga legislatif
misalnya : anggota DPR menerima suap, anggota tidak
punya kode etik, anggota DPR tidak mewakili pemilih dan tidak adanya pengawasan
terhadap anggota DPR.
-         
Wilayah pemerintah daerah
misalnya : warisan korupsi
dari pemerintah pusat, eksekutif menyuap legislatif dan DPRD tidak dapat
melakukan supervisi kepada eksekutif.
D.    Persepsi Masyarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna
melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun
yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin
meluasnya praktik-praktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun
nasional.
Kelompok mahasiswa sering
menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering
diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan
saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para koruptor. Hal ini
cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas
terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu,
mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan
sistem pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan
kesejahteraan yang merata.
E.     Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya
terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia adalah :
- Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia
     pada lembaga-lembaga politik yang ada.
 - Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh
     mudahnya “oknum” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis / ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta
     kekuatan asing lainnya.
 - Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun
     sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
 - Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan
     dalih “kepentingan rakyat”.
 
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa
sebagai berikut :
- Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya
     sering berubah - ubah sesuai dengan kepentingan politik saat
     itu.
 - Muncul
     pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
 - Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya
     berlomba-lomba mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan
     rakyat.
 - Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan
     pemupukan harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
 - Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok
     kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok
     masyarakat besar (rakyat).
 - Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai
     sektor di bidang politik dan ekonomi-bisnis.
 - Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya
     jabatan dan hirarki politik kekuasaan.
 
F.     Kebijakan Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya
memberantas korupsi, telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan
penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden telah
mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jalsa Agung
Dan kapolri:
- Mengoptimalkan
     upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk
     menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
 - Mencegan
     & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di
     lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan
     hukum.
 - Meningkatkan
     Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan
     BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum
     dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
 
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi
nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkag – langkah pencegahan
dalam RAN-PK di prioritaskan pada :
- Mendesain
     ulang layanan publik .
 - Memperkuat
     transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yang
     berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
 - Meningkatkan
     pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.
 
G.    Peran Pemerintah dan Mayarakat dalam Memberantas Korupsi
Peran Pemerintah :
Partisipasi dan dukungan dari
masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan
komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku
tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
- Membangun kultur yang mendukung pemberantasan
     korupsi.
 - Mendorong
     pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good
     governance.
 - Membangun
     kepercayaan masyarakat.
 - Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap
     pelaku korupsi besar.
 - Memacu
     aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
 
Peran Masyarakat :
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 sebagai berkut
:
- Hak
     Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana
     korupsi.
 - Hak
     untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan
     informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum.
 - Hak
     menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak
     hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
 - Hak
     memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada
     penegak hukum waktu paling lama 30 hari.
 - Hak
     untuk memperoleh perlindungan hukum.
 - Penghargaan
     pemerintah kepada mayarakat.
 
H.    Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi
-         
UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan
korupsi.
-         
UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas dari KKN.
-         
UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi.
-         
PP No.71 tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan
peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan
dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
-         
UU No. 15 tahun 2002 tentang komisi
pemberantasan tindak pidana korupsi.
-         
UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi
pemberantasan tindak pidana korupsi.
-         
UU No. 7 tahun 2006 tentang United Nation
Convention Againest Corruption.
-         
Instruksi presiden RI No.5 tahun 2004
tentang percepatan pemberantasan korupsi.
I.       Upaya – upaya yang harus di lakukan dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas
tindak korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut : 
- Upaya
     pencegahan (preventif).
 - Upaya
     penindakan (kuratif).
 - Upaya
     edukasi masyarakat/mahasiswa.
 - Upaya
     edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
 
1. Upaya Pencegahan
(Preventif) :
- Menanamkan semangat nasional yang positif dengan
     mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal,
     informal dan agama.
 - Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip
     keterampilan teknis.
 - Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup
     sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
 - Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang
     memadai dan ada jaminan masa tua.
 - Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan
     disiplin kerja yang tinggi.
 - Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang
     memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang
     efisien.
 - Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan
     pejabat yang mencolok.
 - Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi
     organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta
     jawatan di bawahnya.
 
2. Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka
yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak
terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
- Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis
     MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
 - Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru,
     Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen
     keimigrasian.
 - Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan
     Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
 - Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian
     tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
 - Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment
     dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui
     BNI (2004).
 - Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada
     tim audit BPK (2005).
 - Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi
     Jakarta (2005). 
 - Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara
     Probosutedjo.
 - Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur
     sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan
     merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
 - Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
 
3. Upaya Edukasi
Masyarakat/Mahasiswa:
- Memiliki tanggung jawab guna melakukan
     partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
 - Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
 - Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan
     mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
 - Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang
     penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
 - Mampu memposisikan diri sebagai subjek
     pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk
     kepentingan masyarakat luas. 
 
4. Upaya
Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
- Indonesia
     Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi
     dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri
     dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi
     me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi.
     ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan
     reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
 - Transparency International (TI) adalah organisasi
     internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di
     Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi
     non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi
     tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI
     Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004
     menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul
     Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia
     berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2
     sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan,
     ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia,
     Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari
     korupsi.
 
BAB III
PENUTUP
A.   
Kesimpulan
Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh
aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi
dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan
sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai perangkat pokoknya.
Meningkatnya kasus korupsi disebabkan oleh beberapa
hal, diantaranya rendahnya moralitas, tidak memiliki budaya malu, tidak taat
pada hukum, tidak amanah, tidak jujur, dan lain sebagainya. Oleh karena itu
diperlukan adanya langkah-langkah pusitif diantaranya adalah penyadaran dan
pembinaan moralitas bangsa, sehingga penyelenggaraan Negara dapat berjalan
dengan baik, yakni bersih dari tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya
korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang
menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya
pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam
realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang
sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu
bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak
drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
B.    
Saran 
Saran yang ingin di sampaikan penulis kepada pembaca :
-         
Seharusnya pemerintah LEBIH TEGAS terhadap terpidana korupsi.
-         
Undang – Undang yang ada berlaku untuk semua warga Indonesia yang terlibat
kasus korupsi.
-         
Dengan adanya koruptor, menjadikan rakyat menjadi tidak nyaman dan tidak
makmur.
-         
Sebaiknya kasus korupsi di berantas dengan cepat dan tidak perlu di belit –
belitkan dengan kasus yang lain.
-         
Tidak perlu bangga dan menuai kontroversi, karena seharusnya para koruptor
itu salah dan tidak ada betulnya sedikitpun.
-         
Seharusnya mereka berpikir dahulu sebelum bertindak, dan selalu ingat adzab
dari Tuhan yang begitu pedih akibat perbuatannya.
DAFTAR PUSTAKA
-         
Mahesa, Arya. 2008. Mengenali dan Memberantas Korupsi.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
-         
Winarno, Supardi. 2012. Pendidikan
Kewarganegaraan. Solo: PT. Tiga Serangkai.
ALWAYS REMEMBER : http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com
thanks Bray Infonya !!!
ReplyDeletewww.bisnistiket.co.id
iya :-) terimakasih juga udah berkunjung. kapan kapan aku kunjungi balik :-)
Delete