Pages

Social Icons

Beranda

Thursday, 6 December 2012

Skripsi : PENINGKATAN KUALITAS PERKULIAHAN TERMODINAMIKA DENGAN MENGINTENSIFKAN PENGGUNAAN TES FORMATIF MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERMODUL

Terimakasih Atas Kunjungannya :-)
 Thanks For Visit My Blog


PENINGKATAN KUALITAS PERKULIAHAN TERMODINAMIKA DENGAN MENGINTENSIFKAN PENGGUNAAN TES FORMATIF  MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERMODUL


oleh
 Made Pujani
Jurusan  Pendidikan  Fisika
Fakultas Pendidikan MIPA,  IKIP Negeri Singaraja


A B S T R A K


            Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) kualitas proses perkuliahan Termodinamika dan (2) hasil belajar mahasiswa dalam perkuliahan Termodinamika dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaarn kooperatif bermodul. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Data tentang proses perkuliahan digali melalui aktivitas belajar mahasiswa dan dikumpulkan dengan metode observasi, data hasil belajar mahasiswa dikumpulkan dengan metode tes, dan data respon mahasiswa dikumpulkan dengan angket.  Selanjutnya, data dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Temuan penelitian ini adalah kualitas proses pembelajaran membaik dan hasil belajar mahasiswa mengalami peningkatan, sedangkan respon mahasiswa terhadap strategi perkuliahan yang diterapkan positif.

Kata kunci : tes formatif, pembelajaran bermodul, pendekatan pembelajaran kooperatif


ABSTRACT

This research aimed to show: (1) the quality of Termodynamics teaching-learning process, and (2) the student achievement by using the formative test intensification trough the module cooperative teaching and learning. The research was a class room action research.  The data were collected by observation, test and questionaire. Then the data were analyzed by using descriptive statistics. The results showed that the quality of Termodynamics teaching learning process was increased, the students achievement were improved,  and their respons to the teaching and learning strategy was positive.

Key words : formative test, instructional module, cooperative teaching and learning approach




1. Pendahuluan
Dari pengalaman mengajar dapat diketahui bahwa mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika umumnya masih banyak mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep fisika. Oleh karena itu, diperlukan adanya pembenahan secara menyeluruh seperti  peningkatan kualitas proses perkuliahan. Dalam pelaksanaan perkuliahan Termodinamika, upaya perbaikan proses pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini disebabkan oleh pencapaian hasil belajar mahasiswa dalam mata kuliah ini masih relatif rendah. Hanya sekitar 15 %  mahasiswa yang mampu memperoleh nilai A dan B.
Hasil wawancara dengan mahasiswa yang telah pernah mengikuti perkuliahan Termodinamika secara umum menunjukkan bahwa mahasiswa kurang termotivasi dalam mengikuti perkuliahan ini dan menilai materi mata kuliah Termodinamika banyak mengandung perumusan matematis dan perhitungan sehingga dipandang sebagai mata kuliah yang sulit. Di sisi lain, mahasiswa sangat menyadari pentingnya  penguasaan Termodinamika karena akan memudahkan penguasaan mata kuliah lainnya terutama yang menjadikan Termodinamika sebagai prasyarat. Namun, mereka sering mengeluhkan, terutama setelah selesai ujian, bahwa mereka memahami semua teori yang diajarkan tetapi tidak bisa memecahkan setiap soal yang dihadapinya. Ungkapan ini mengindikasikan bahwa pemahaman mahasiswa terhadap perkuliahan ini kurang mendalam. Hal ini tentu berimplikasi pada rendahnya hasil belajar pada mata kuliah Termodinamika yang dicapai mahasiswa.
Hasil evaluasi diri tim pengajar mata kuliah  Termodinamika menunjukkan bahwa, dalam perkuliahan, mahasiswa cenderung menunggu informasi dari dosen. Sangat jarang mahasiswa melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan masalah. Hasil belajar mahasiswa  selama ini hanya diukur melalui ujian tengah semester (UTS), tugas, dan ujian akhir semester (UAS). Mahasiswa sangat jarang diberi tes formatif. Padahal, hasil tes formatif dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi dosen untuk perbaikan proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam sistem evaluasi, dosen perlu mengintensifkan penggunaan tes formatif. Tes formatif yang dilakukan secara sistematis diharapkan dapat memperbaiki kualitas proses pembelajaran yang pada gilirannya bermuara pada peningkatan hasil belajar mahasiswa. Tes sebagai alat pengukur dan penilaian hasil belajar dapat memiliki manfaat, antara lain, sebagai diagnosis dan remedial untuk mengukur kekuatan dan kelemahan seseorang dalam rangka memperbaiki penguasaan atau kemampuan dalam suatu program pendidikan tertentu (Asmawi dan Noehi,  1993).
Di samping itu, keadaan mahasiswa di Jurusan pendidikan Fisika masih sangat heterogen dalam hal jenis kelamin, bakat, kecepatan belajar, dll. Penerapan modul dalam pembelajaran sangat memberikan peluang yang baik bagi pembelajaran pada usia dewasa dan dapat mengatasi perbedaan terutama dalam kecepatan belajar siswa (Tjipto Utomo dan Kies Ruijter, 1990). Hasil penelitian terdahulu (Richard Duschl, 1993) menemukan bahwa penggunaan modul dalam pembelajaran  konsep kesetimbangan kimia dapat mengubah miskonsepsi mahasiswa menuju konsep ilmiah. Demikian pula hasil penelitian oleh Santyasa (1998) menemukan bahwa penerapan modul dalam perkuliahan fisika dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
Dalam seting kelas, mahasiswa lebih banyak belajar dari teman yang satu ke yang lain daripada dosennya. Model pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan mahasiswa untuk berinteraksi dan memiliki dampak positif terhadap mahasiswa yang rendah hasil belajarnya (Nur, 1996). Slavin (1994) dalam Wahyu Widada (1998) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dapat menghasilkan pemikiran dan tantangan pengubahan miskonsepsi mahasiswa. Di lain pihak, Samani (1996) menyatakan bahwa jika mahasiswa memiliki keterampilan kooperatif tingkat mahir, maka mereka akan memiliki kemampuan mengelaborasi suatu konsep yang akan menghasilkan suatu pemahaman lebih dalam dan hasil belajar yang lebih tinggi yang pada akhirnya akan menumbuhkan motivasi positif dan sikap yang lebih baik. Model pembelajaran kooperatif konstruktivistik menerapkan strategi pembelajaran dengan model elaborasi sebagai strategi pengorganisasian materi ajar, menurut Degeng (1989), ternyata lebih efektif, lebih mudah dipelajari, lebih menarik, dan dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas, perlu diadakan tindakan perbaikan proses pembelajaran dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul untuk meningkatkan kualitas perkuliahan Termodinamika di Jurusan Pendidikan Fisika.  Dalam seting kelas, perkuliahan dilakukan melalui kerja kooperatif yang difasilitasi modul dan LKM model pemecahan masalah.
            Secara eksplisit dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut. (1) Seberapa jauh pemberian tindakan dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul dapat meningkatkan kualitas proses perkuliahan Termodinamika?  (2) Seberapa jauh pemberian tindakan dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa?  (3) Bagaimana respon mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran Termodinamika dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul?
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah  (1) untuk memperbaiki kualitas proses perkuliahan Termodinamika dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul,  (2) untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa  dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul,  (3) untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran Termodinamika dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif  bermodul.
            Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung bagi dosen yang terlibat dalam penelitian ini dalam merancang dan menerapkan model pembelajaran dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif  bermodul. Memberi pengalaman langsung bagi mahasiswa untuk berani mengungkapkan ide/pendapatnya dalam diskusi kelompok dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas belajarnya yang akhirnya bermuara pada peningkatan hasil belajar yang dicapai. Di samping itu, pembelajaran kooperatif juga diharapkan dapat mengurangi sifat egosentris mahasiswa dengan terlibat aktif dalam masing-masing kelompoknya untuk memperoleh pengetahuan.
Kerangka konseptual penelitian ini dibangun dari konsep bahwa penilaian hasil belajar adalah suatu kegiatan yang tak terpisahkan dengan proses pembelajaran. Penilaian merupakan suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Secara garis besar, penilaian dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif (Asmawi dan Noehi, 1993). Penilaian formatif  dimaksudkan untuk memantau sejauh mana suatu proses pendidikan telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. sedangkan penilaian sumatif  dilakukan untuk mengetahui sejauh mana telah dapat berpindah dari suatu unit pembelajaran ke unit pembelajaran berikutnya. Manfaat penilaian di dalam pendidikan baik yang diperoleh melalui tes maupun nontes adalah sebagai diagnosis dan remidial, umpan balik, motivasi dan pembimbing belajar, perbaikan kurikulum dan program pendidikan, dan pengembangan ilmu. Sebagai diagnosis dan remidial, tes dapat dipakai untuk mengukur kekuatan dan kelemahan mahasiswa sebagai peserta didik dalam kerangka memperbaiki penguasaan atau kemampuan dalam suatu program pembelajaran tertentu.
            Sebagai salah satu alternatif untuk lebih memudahkan mahasiswa dalam belajar, dapat dipilih pendekatan pembelajaran kooperatif yang merupakan suatu model pendekatan pembelajaran dengan penekanan pada aspek sosial dan menggunakan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 mahasiswa yang sederajat tetapi heterogin untuk menghasilkan pemikiran dan tantangan miskonsepsi sebagai unsur kuncinya (Slavin, 1994 dalam Wahyu Widada, 1998). Ini berarti bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme yang mengasumsikan bahwa mahasiswa akan lebih mudah mengkonstruksi pengetahuannya, lebih mudah menemukan dan memahami pemecahan konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah yang dihadapinya dengan temannya (Erni Maidiyah, 1989 dalam Nur, 1996).
            Tujuan dibentuk kelompok kecil dalam mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan peluang kepada mahasiswa terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi interaksi langsung antar anggota, (3) setiap anggota bertanggung jawab atas belajarnya, (d) dosen membantu mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan interpersonal kelompok, (e) dosen hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Carin, 1993 dalam Wahyu Widada, 1998).
Dari teori perkembangan kognitif dapat diturunkan asumsi bahwa interaksi antar mahasiswa dalam tugas-tugas yang sesuai akan meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang sulit, sedangkan dari teori elaborasi kognitif dapat diturunkan asumsi apabila informasi harus ditinggalkan dalam memori dan terkait dengan informasi yang telah ada dalam memori tersebut, maka mahasiswa harus terlibat dalam beberapa macam kegiatan restruktur (elaborasi kognitif) atas suatu materi. Sebagai contoh, membuat ikhtisar dari suatu perkuliahan lebih baik dibandingkan membuat catatan. Sebab untuk dapat membuat ikhtisar, mahasiswa harus memiliki kemampuan mereorganisasi dan memilih materi yang penting. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materi tersebut kepada orang lain (Nur, 1996 dalam Wahyu Widada, 1998).
Jika kemampuan mahasiswa berbeda-beda (kecerdasan, bakat, dan kecepatan belajar), maka perlu diadakan pengaturan dalam pengorganisasi materi, sehingga semua mahasiswa dapat mencapai dan menguasai materi pelajaran sesuai dengan yang telah ditargetkan dalam waktu yang disediakan. Salah satu pengaturan yang dimaksud di atas, di samping cara mengorganisasi materi pelajaran, juga cara-cara mengajar yang disesuaikan dengan pribadi individu masing-masing mahasiswa. Bentuk pelaksanaan cara mengajar yang demikian adalah membagi-bagi bahan pelajaran dalam unit-unit pelajaran yang masing-masing bagian meliputi satu atau beberapa pokok bahasan. Bagian-bagian materi ajar tersebut selanjutnya disebut paket materi ajar atau modul. Jadi, modul adalah suatu cara/strategi pengorganisasian materi pelajaran yang harus memperhatikan semua fungsi pendidikan.
            Modul yang akan diterapkan dalam penelitian ini memiliki ciri-ciri berikut.  (1)  Didahului oleh pernyataan sasaran belajar.  (2)  Pengetahuan disusun dalam suatu kerangka yang bertolak dari miskonsepsi yang dibawa mahasiswa tentang Fisika dengan memperhatikan kaitan antara konsepsi mahasiswa dengan konsepsi ilmiah melalui suatu model logika matematika.  (3)  Formula matematika yang diperlukan dalam menganalisis suatu konsep fisika dibuat sedemikian sehingga dapat menggiring partisipasi mahasiswa secara aktif. (4)  Memuat sistem penilaian berdasarkan penguasaan.  (5)  Memuat semua unsur bahan pelajaran dan semua tugas pelajaran.  (6)  Memberi peluang bagi perbedaan antar individu mahasiswa.  (7)  Mengarah pada suatu tujuan belajar tuntas.
Dalam mengakomodasi perbedaan antara konsepsi mahasiswa dan konsep-konsep yang disajikan dalam modul, mereka biasanya menggunakan beberapa strategi, sebagai berikut.  (1) Mahasiswa membaca untuk mengubah konsepsinya. (2)  Berpegang pada pengetahuan awal mereka dan berusaha mengubah konsep-konsep yang terkandung dalam materi ajar pada modul yang tidak sesuai dengan konsepsi mereka.  (3) Berpegang pada fakta-fakta yang ada pada modul ditambah dengan dugaan-dugaan pengetahuannya dan memisahkan pengetahuan awal mereka dengan pengetahuan yang terdapat didalam paket materi ajar atau modul.  (4) Berpegang pada pengetahuan awal dan mengabaikan pengetahuan yang ada pada paket materi ajar.
Dalam pelaksanaannya, scenario pembelajaran dengan menggunakan modul memiliki perencanaan berikut ini.  (1) Modul dibagikan kepada mahasiswa paling lambat dua hari sebelum perkuliahan. (2)  Penterapan modul dalam perkuliahan menggunakan model konstruktivis.  (3) Evaluasi dilakukan pada akhir satu unit pembelajaran/ satu modul. (4) Hasil evaluasi dibagikan sedini mungkin sehingga dapat diketahui pada modul yang mana mahasiswa telah berhasil dan pada bagian modul yang mana mereka belum berhasil. (5)  Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengulang pada salah satu modul atau beberapa modul yang belum dikuasai.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diyakini bahwa penterapan modul secara efektif akan dapat mengubah konsepsi siswa menuju konsep ilmiah. Sehingga pada gilirannya hasil belajar mereka dapat ditingkatkan seoptimal mungkin baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hasil penelitian terdahulu oleh Santyasa dkk. (1995) menunjukkan bahwa penterapan modul berupa paket materi ajar dalam pembelajaran Vektor satuan dan aplikasinya dalam analisis gerak dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dan hasil belajar mahasiswa. Oleh karena itu, bila penggunaan modul ini dipadukan dengan mengintensifikan penggunaan tes formatif, maka miskonsepsi yang timbul segera dapat diketahui untuk diperbaiki pada setiap akhir satu unit pembelajaran. Hal ini akan menjadi lebih efektif dan efisien bila pembahasan modul tersebut dilakukan secara kooperatif dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga intensifikasi penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul diyakini akan dapat meningkatkan kualitas hasil dan proses belajar mahasiswa.

 

2. Metode Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah  mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja tahun akademik 2004/2005 sebanyak 18 orang. Objek penelitian adalah (1) hasil belajar, (2) proses pembelajaran , dan (4) respon mahasiswa terhadap pembelajaran yang diterapkan.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus 1 mencakup materi Sistem dan Lingkungan, Hukum ke Nol Termodinamika, Persamaan Keadaan dan Usaha; sedangkan siklus 2 mencakup materi Kalor, Hukum I Termodinamika, Persamaan Energi, Energi Dalam dan Entalphi.
Prosedur penelitian untuk setiap siklus terdiri atas 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi, serta tahap refleksi tindakan. 
a.       Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah menyiapkan SAP, menyusun modul dan LKM pembelajaran, menyusun instrumen penelitian seperti paket latihan soal, tes formatif, tes hasil belajar dan pedoman observasi siswa.
b.      Langkah-langkah pembelajaran pada tahap pelaksanaan tindakan adalah membentuk kelompok diskusi, membagikan modul dilengkapi dengan LKM; melakukan kerja kelompok dengan mempelajari dan memahami isi modul dan LKM; melakukan diskusi/tanya jawab dan mengerjakan soal-soal latihan secara berkelompok; memberi kesempatan kepada salah satu wakil kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas; menyimpulkan hasil kegiatan serta memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep yang terjadi; memberi tugas-tugas dan latihan soal setiap akhir pembelajaran; memberikan tes formatif pada setiap akhir satu unit pembelajaran; mengembalikan hasil tes formatif atau tugas atau latihan soal dengan menambahkan catatan kecil sebagai umpan balik kepada mahasiswa sebelum pelajaran unit baru dimulai;  Memberi remidial kepada mahasiswa yang belum berhasil menguasai unit pelajaran yang telah diajarkan di luar  jam kuliah dalam bentuk tutorial
c.       Observasi dilakukan pada setiap kegiatan pembelajaran terhadap aktivitas belajar mahasiswa di kelas, termasuk masalah-masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan, sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil pembelajaran dan respon mahasiswa terhadap pembelajaran yang diterapkan.
d.      Refleksi dilakukan terhadap hasil observasi dan evaluasi yang dilaksanakan pada setiap siklus untuk memperbaiki dan menyempurnakan tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Data mengenai kualitas proses perkuliahan yang digali dari aktivitas belajar mahasiswa dengan teknik observasi, data hasil belajar yang dikumpulkan dengan teknik tes yang berbentuk essai, dan data respon mahasiswa terhadap pembelajaran yang diterapkan selanjutnya dianalisis dengan statistik deskriptif. Penentuan kualitas hasil belajar didasarkan pada nilai rata-ratanya dengan kreteria keberhasilan ditetapkan bila skor rata-rata mencapai kategori cukup atau lebih. Data mengenai kualitas proses perkuliahan dan respon mahasiswa dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan kriteria keberhasilan untuk aktivitas tergolong aktif dan respon terkategori positif.

3. Hasil dan Pembahasan
3.1   Hasil Penelitian
3.1.1 Kualitas Proses Perkuliahan
Hasil observasi terhadap proses perkuliahan yang dicerminkan oleh aktivitas belajar mahasiswa selama perkuliahan Termodinamika yang telah dilakukan selama dua siklus, menunjukkan bahwa kualitas perkuliahan Termodinamika setelah pemberian tindakan membaik. Hal ini tampak dari dengan adanya peningkatan skor rata-rata aktivitas belajar mahasiswa. Rata-rata skor aktivitas belajar pada siklus 1 sebesar 18,22 tergolong aktif dan pada siklus 2 sebesar 20,5 yang tergolong sangat aktif. Ini berarti terjadi peningkatan aktivitas belajar mahasiswa dari aktif menjadi sangat aktif yang mengindikasikan terjadinya perbaikan kualitas proses perkuliahan.

3.1.2 Hasil Belajar Mahasiswa
            Hasil belajar yang dicapai mahasiswa selama pemberian tindakan  baik pada siklus 1 maupun siklus 2 dapat dicermati melalui nilai rata-rata tes hasil belajar siswa. Pada siklus 1 nilai rata-ratanya sebesar 69,7 termasuk dalam kategori cukup, dengan jumlah mahasiswa yang mencapai nilai cukup ke atas sebesar 66,67 % dan pencapaian hasil belajar mahasiswa masih kurang dari 85 %. Rata-rata dari tes hasil belajar pada siklus 2 sebesar 75 termasuk dalam kategori baik dengan jumlah mahasiswa yang mencapai nilai cukup ke atas sebesar 88,88 %. Bila dibandingkan dengan ketuntasan belajar pada kurikulum, pencapaian hasil belajar mahasiswa setelah siklus 2 sudah melebihi  85 %. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tindakan dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa dari kategori cukup menuju kategori baik.

3.1.3 Respon Mahasiswa
            Hasil analisis respon mahasiswa terhadap pelaksanaan tindakan dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif menunjukkan bahwa respon mahasiswa adalah positif dengan rata-rata skor respon sebesar 4,30.

3.2 Pembahasan
Implementasi model pembelajaran kooperatif bermodul dengan mengintensifkan pemberian tes formatif ternyata dapat memperbaiki kualitas proses perkuliahan Termodinamika dengan meningkatnya aktivitas belajar mahasiswa (Rata-rata siklus 1 = 18,22 dan siklus 2 = 20,5). Kondisi ini disebabkan oleh hampir semua mahasiswa sudah berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan melalui Lembar Kerja Mahasiswa.
Pemberian tes formatif secara intensif pada setiap akhir perkuliahan yang diikuti dengan pengembalian hasil tes disertai catatan kecil memberi kontribusi yang cukup besar  dalam meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa. Penilaian yang dilakukan dengan tes formatif ini memang tidak dimaksudkan untuk menilai mahasiswa, melainkan untuk mengukur karakteristik yang ada pada diri mahasiswa, seperti tingkat penguasaan pada bidang tertentu, sehingga hasil tes formatif yang diperoleh lebih mencerminkan pada kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan mahasiswa. Dengan kata lain, hasil tes formatif dapat digunakan sebagai indikator proses belajar yang dilaksanakan dan sebagai feed back bagi guru untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya. Hasil tes formatif pada setiap siklus mengalami peningkatan, yang menunjukkan telah terjadi perbaikan dalam proses perkuliahan.
            Adanya perbaikan kualitas proses perkuliahan dimungkinkan pula karena proses pembelajaran yang diterapkan menggunakan pendekatan kooperatif. Dengan pendekatan ini, penggunaan kelompok-kelompok kecil dapat meningkatkan interaksi multi arah karena belajar secara kooperatif dapat meningkatkan tanggung jawab dan rasa percaya diri yang bermuara pada meningkatnya konsep diri setiap mahasiswa dan hasil belajarnya. Melalui belajar kooperatif dapat dikembangkan aktivitas belajar yang lebih didominasi oleh aktivitas mahasiswa. Aktivitas mengajukan pertanyaan dan pendapat memberi kesempatan pada mahasiswa untuk menunjukkan aktualisasi dirinya. Demikian pula pembelajaran secara kooperatif dapat menumbuhkan sikap saling mengisi antar mahasiswa yang mengarah pada makin terbukanya wawasan yang akan dimiliki. Kondisi ini akan membantu mahasiswa yang kemampuannya lebih lemah. Penggunaan modul dalam pembelajaran akan dapat mengatasi perbedaan antara individu, karena melalui modul ini siswa akan dapat belajar sesuai dengan karakteristik yang dimiliki.
            Adanya peningkatan yang positif terhadap kualitas proses perkuliahan membawa dampak yang positif pula terhadap capaian hasil belajar mahasiswa. Hasil belajar yang dicapai mahasiswa digambarkan dari rata-rata hasil tes akhir setiap siklus. Pada siklus I, rata-rata sebesar 69,7. Bila dikonversi ke tabel 3.5, nilai ini berada pada kategori cukup. Jumlah mahasiswa yang nilainya cukup ke atas mencapai 66,77%, dengan kata lain ketuntasan belajar pada siklus I adalah 66,67%. Hasil belajar yang dicapai pada siklus 2 mencapai rata-rata sebesar 75,0 dan termasuk dalam kategori baik. Jumlah mahasiswa yang mencapai nilai cukup ke atas sebesar 88,88 % atau ketuntasan belajar siswa mencapai 88,88%.  Bila dibandingkan dengan ketuntasan dalam kurikulum  pencapaian hasil belajar mahasiswa setelah siklus 2 sudah melampaui  85 %. Ini berarti hasil belajar mahasiswa mengalami peningkatan. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Termodinamika dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pendekatan kooperatif bermodul yang diterapkan dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
            Mengingat waktu penelitian telah berakhir sedangkan masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran, maka diharapkan kepada dosen untuk terus melanjutkan kegiatan pembelajaran ini dengan menganalisis lebih jauh kesulitan-kesulitan belajar yang dialami mahasiswa. Upaya yang terus-menerus dilakukan tentu akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran fisika khususnya Termodinamika dan pada akhirnya akan dapat lebih meningkatkan hasil belajar mereka.

4. Penutup
            Berdasarkan  analisis data dan temuan dari penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini. Pertama, intensifikasi penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul yang diterapkan pada perkuliahan Termodinamika di Jurusan Pendidikan Fisika tahun ajaran 2004/2005 dapat meningkatkan kualitas proses perkuliahan dengan kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh aktivitas belajar mahasiswa. Kedua, dengan intensifikasi penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul pada perkuliahan Termodinamika di Jurusan Pendidikan Fisika tahun ajaran 2004/2005 dapat meningkatkan kualitas hasil belajar mahasiswa. Ketiga, respon mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan berupa intensifikasi penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul pada perkuliahan Termodinamika di Jurusan Pendidikan Fisika tahun ajaran 2004/2005 adalah positif.

            Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar Termodinamika mahasiswa perlu dipertimbangkan saran berikut ini. (1) Penilaian terhadap proses pembelajaran dilakukan secara teratur dan terstruktur berupa tes, baik pemberian tes formatif ataupun tes sumatif. Hasil belajar yang diperoleh mahasiswa melalui tes maupun tugas-tugas agar dikembalikan kepada mahasiswa sehingga mahasiswa mengetahui kelemahan dan kelebihannya untuk dapat melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.  (2) Modul yang digunakan dalam pembelajaran agar dibagikan sebelum pembelajaran dimulai dan akan lebih baik bila dibagikan paling lambat seminggu sebelumnya.  (3) Pembentukan kelompok dalam pembelajaran dengan pendekatan kooperatif perlu memperhatikan jumlah anggota kelompok. Kelompok kecil lebih efektif menumbuhkan terjadinya interaksi sosial antar individu.

 

 

DAFTAR PUSTAKA


Asmawi Zainul dan Noehi Nasoetion. 1990. Penilaian Hasil Belajar. Dirjen Dikti. Jakarta: Depdikbud.
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Pengaruh Interaktif Antara Cara Penstrukturan Isi Teks Ajar dan Strategi Belajar Mahasiswa Terhadap Perolehan Belajar Mengingat Fakta dan Memahami Konsep. Laporan Penelitian. Lemlit. IKIP Malang.
Gagne, R.M. 1985. The Conditional of Learning and Theory of Instruction. New York: Holt Rinehart and Winstone.
Hasibuan, J.J.; Ibrahim dan A.J.E. Toenlioe.  1994. Proses Belajar Mengajar Keterampilan Dasar Pengajaran Mikro. Bandung: P.T Remaja Rosdakarya.
Maidiyah, Erni. 1989. Efektivitas Pembelajaran koperatif Pada Topik Pecahan di Sekolah Dasar. Tesis. Program Pascasarjana IKIP Surabaya.
Merrill, M.D.& Tennyson, R.D. 1977. Teaching Concept: An Instructonal Design Guide. Englewood Cliffs, N.J: Educational Technology Publication.
Nur. M. 1996. Pembelajaran Kopratif dalam Pembelajaran Kelas IPA (Terjemahan dari Linda Lundgren 1994: Cooperative Learning In The Science Classroom). Makalah. Disampaikan dalam Penyegaran dan Pelatihan Penelitian Bagi Guru-guru Pembina KIR SMU di IKIP Surabaya, 26 Agustus-7 September 1996.
PIP DUE-LIKE. 2003. Jurusan Pendidikan Fisika, FP MIPA, IKIP Negeri Singaraja.
Samani. M. Memperkenalkan Keterampilan Koperatif. Makalah. Disampaikan dalam Penyegaran dan Pelatihan Penelitian Bagi Guru-guru Pembina KIR SMU di IKIP Surabaya, 26 Agustus-7 September 1996.
Santyasa I Wayan. dkk. 1995. Penerapan Paket Strategi Struktur Materi Dalam Pembelajaran Konsep Vektor Satuan dan Aplikasinya Dalam Analisis Gerak Mahasiswa Jurusan Pendidikan MIPA STKIP Singaraja. Laporan penelitian. P3M STKIP Singaraja.

---------, dkk. 1998 . Penerapan Modul Berorientasi Konstrukstivisme dalam Perkuliahan Fsiika Dasar I sebagai upaya Mengubah Miskonsepsi dan Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Negeri Singaraja 1998/1999. Laporan Penelitian. P3M STKIP Singaraja.
Tjipto Utomo dan Kees Ruijter. 1990. Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan. Manajemen Perkuliahan dan Metode Perbaikan Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Wahyu Widada.1998.Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Matematika SMU yang Berorientasi Model Pembelajaran Koperatif Tipe Jigsaw. Makalah Komprehensif. Program Pascasarjana IKIP Surabaya.

 ALWAYS REMEMBER : http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com

No comments:

Post a Comment