Thanks For Visit My Blog
PENINGKATAN KUALITAS PERKULIAHAN TERMODINAMIKA DENGAN
MENGINTENSIFKAN PENGGUNAAN TES FORMATIF
MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERMODUL
oleh
Made Pujani
Jurusan Pendidikan
Fisika
Fakultas Pendidikan
MIPA, IKIP Negeri Singaraja
A B S T R A K
Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) kualitas proses
perkuliahan Termodinamika dan (2) hasil belajar mahasiswa dalam perkuliahan
Termodinamika dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui
pembelajaarn kooperatif bermodul. Penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas. Data tentang proses perkuliahan digali melalui aktivitas belajar
mahasiswa dan dikumpulkan dengan metode observasi, data hasil belajar mahasiswa
dikumpulkan dengan metode tes, dan data respon mahasiswa dikumpulkan dengan
angket. Selanjutnya, data dianalisis
menggunakan statistik deskriptif. Temuan penelitian ini adalah kualitas proses
pembelajaran membaik dan hasil belajar mahasiswa mengalami peningkatan,
sedangkan respon mahasiswa terhadap strategi perkuliahan yang diterapkan positif.
Kata kunci : tes formatif, pembelajaran bermodul, pendekatan pembelajaran
kooperatif
ABSTRACT
This research
aimed to show: (1) the quality of Termodynamics teaching-learning process, and
(2) the student achievement by using the formative test intensification trough
the module cooperative teaching and learning. The research was a class room
action research. The data were collected
by observation, test and questionaire. Then the data were analyzed by using
descriptive statistics. The results showed that the quality of Termodynamics
teaching learning process was increased, the students achievement were
improved, and their respons to the
teaching and learning strategy was positive.
Key words : formative test,
instructional module, cooperative teaching and learning approach
1. Pendahuluan
Dari pengalaman mengajar
dapat diketahui bahwa mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika umumnya masih banyak
mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep fisika. Oleh karena itu,
diperlukan adanya pembenahan secara menyeluruh seperti peningkatan kualitas proses perkuliahan.
Dalam pelaksanaan perkuliahan Termodinamika, upaya perbaikan proses
pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini disebabkan oleh pencapaian hasil
belajar mahasiswa dalam mata kuliah ini masih relatif rendah. Hanya sekitar 15
% mahasiswa yang mampu memperoleh nilai
A dan B.
Hasil wawancara dengan
mahasiswa yang telah pernah mengikuti perkuliahan Termodinamika secara umum
menunjukkan bahwa mahasiswa kurang termotivasi dalam mengikuti perkuliahan ini
dan menilai materi mata kuliah Termodinamika banyak mengandung perumusan
matematis dan perhitungan sehingga dipandang sebagai mata kuliah yang sulit. Di
sisi lain, mahasiswa sangat menyadari pentingnya penguasaan Termodinamika karena akan
memudahkan penguasaan mata kuliah lainnya terutama yang menjadikan
Termodinamika sebagai prasyarat. Namun, mereka sering mengeluhkan, terutama
setelah selesai ujian, bahwa mereka memahami semua teori yang diajarkan tetapi
tidak bisa memecahkan setiap soal yang dihadapinya. Ungkapan ini
mengindikasikan bahwa pemahaman mahasiswa terhadap perkuliahan ini kurang
mendalam. Hal ini tentu berimplikasi pada rendahnya hasil belajar pada mata
kuliah Termodinamika yang dicapai mahasiswa.
Hasil evaluasi diri tim
pengajar mata kuliah Termodinamika
menunjukkan bahwa, dalam perkuliahan, mahasiswa cenderung menunggu informasi
dari dosen. Sangat jarang mahasiswa melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan
masalah. Hasil belajar mahasiswa selama
ini hanya diukur melalui ujian tengah semester (UTS), tugas, dan ujian akhir
semester (UAS). Mahasiswa sangat jarang diberi tes formatif. Padahal, hasil tes
formatif dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi dosen untuk perbaikan proses
pembelajaran. Oleh karena itu, dalam sistem evaluasi, dosen perlu mengintensifkan
penggunaan tes formatif. Tes formatif yang dilakukan secara sistematis
diharapkan dapat memperbaiki kualitas proses pembelajaran yang pada gilirannya
bermuara pada peningkatan hasil belajar mahasiswa. Tes sebagai alat pengukur
dan penilaian hasil belajar dapat memiliki manfaat, antara lain, sebagai
diagnosis dan remedial untuk mengukur kekuatan dan kelemahan seseorang dalam
rangka memperbaiki penguasaan atau kemampuan dalam suatu program pendidikan
tertentu (Asmawi dan Noehi, 1993).
Di samping itu, keadaan
mahasiswa di Jurusan pendidikan Fisika masih sangat heterogen dalam hal jenis
kelamin, bakat, kecepatan belajar, dll. Penerapan modul dalam pembelajaran
sangat memberikan peluang yang baik bagi pembelajaran pada usia dewasa dan
dapat mengatasi perbedaan terutama dalam kecepatan belajar siswa (Tjipto Utomo
dan Kies Ruijter, 1990). Hasil penelitian terdahulu (Richard Duschl, 1993)
menemukan bahwa penggunaan modul dalam pembelajaran konsep kesetimbangan kimia dapat mengubah
miskonsepsi mahasiswa menuju konsep ilmiah. Demikian pula hasil penelitian oleh
Santyasa (1998) menemukan bahwa penerapan modul dalam perkuliahan fisika dapat
meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
Dalam seting kelas,
mahasiswa lebih banyak belajar dari teman yang satu ke yang lain daripada
dosennya. Model pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan mahasiswa
untuk berinteraksi dan memiliki dampak positif terhadap mahasiswa yang rendah
hasil belajarnya (Nur, 1996). Slavin (1994) dalam Wahyu Widada (1998)
menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dapat menghasilkan
pemikiran dan tantangan pengubahan miskonsepsi mahasiswa. Di lain pihak, Samani
(1996) menyatakan bahwa jika mahasiswa memiliki keterampilan kooperatif tingkat
mahir, maka mereka akan memiliki kemampuan mengelaborasi suatu konsep yang akan
menghasilkan suatu pemahaman lebih dalam dan hasil belajar yang lebih tinggi
yang pada akhirnya akan menumbuhkan motivasi positif dan sikap yang lebih baik.
Model pembelajaran kooperatif konstruktivistik menerapkan strategi pembelajaran
dengan model elaborasi sebagai strategi pengorganisasian materi ajar, menurut
Degeng (1989), ternyata lebih efektif, lebih mudah dipelajari, lebih menarik,
dan dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas,
perlu diadakan tindakan perbaikan proses pembelajaran dengan mengintensifkan
penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul untuk
meningkatkan kualitas perkuliahan Termodinamika di Jurusan Pendidikan
Fisika. Dalam seting kelas, perkuliahan dilakukan
melalui kerja kooperatif yang difasilitasi modul dan LKM model pemecahan
masalah.
Secara
eksplisit dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut. (1) Seberapa
jauh pemberian tindakan dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui
pembelajaran kooperatif bermodul dapat meningkatkan kualitas proses perkuliahan
Termodinamika? (2) Seberapa jauh
pemberian tindakan dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui
pembelajaran kooperatif bermodul dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa? (3) Bagaimana respon mahasiswa terhadap
pelaksanaan pembelajaran Termodinamika dengan mengintensifkan penggunaan tes
formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul?
Sejalan dengan
perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah (1) untuk memperbaiki kualitas proses
perkuliahan Termodinamika dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif
melalui pembelajaran kooperatif bermodul,
(2) untuk
meningkatkan hasil belajar mahasiswa
dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaran
kooperatif bermodul, (3) untuk
mengetahui respon mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran Termodinamika
dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaran
kooperatif bermodul.
Temuan
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung bagi dosen yang
terlibat dalam penelitian ini dalam merancang dan menerapkan model pembelajaran
dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pembelajaran
kooperatif bermodul. Memberi pengalaman
langsung bagi mahasiswa untuk berani mengungkapkan ide/pendapatnya dalam
diskusi kelompok dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas belajarnya yang
akhirnya bermuara pada peningkatan hasil belajar yang dicapai. Di samping itu,
pembelajaran kooperatif juga diharapkan dapat mengurangi sifat egosentris
mahasiswa dengan terlibat aktif dalam masing-masing kelompoknya untuk
memperoleh pengetahuan.
Kerangka konseptual penelitian ini
dibangun dari konsep bahwa penilaian hasil belajar adalah suatu kegiatan yang
tak terpisahkan dengan proses pembelajaran. Penilaian
merupakan suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran
hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Secara garis besar, penilaian dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
penilaian formatif dan penilaian sumatif (Asmawi dan Noehi, 1993). Penilaian formatif dimaksudkan untuk memantau sejauh mana suatu
proses pendidikan telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. sedangkan penilaian sumatif dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
telah dapat berpindah dari suatu unit pembelajaran ke unit pembelajaran
berikutnya. Manfaat penilaian di dalam pendidikan baik yang diperoleh melalui
tes maupun nontes adalah sebagai diagnosis dan remidial, umpan balik, motivasi
dan pembimbing belajar, perbaikan kurikulum dan program pendidikan, dan
pengembangan ilmu. Sebagai diagnosis dan remidial, tes dapat dipakai untuk
mengukur kekuatan dan kelemahan mahasiswa sebagai peserta didik dalam kerangka
memperbaiki penguasaan atau kemampuan dalam suatu program pembelajaran
tertentu.
Sebagai
salah satu alternatif untuk lebih memudahkan mahasiswa dalam belajar, dapat
dipilih pendekatan pembelajaran kooperatif yang merupakan suatu model
pendekatan pembelajaran dengan penekanan pada aspek sosial dan menggunakan
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 mahasiswa yang sederajat tetapi
heterogin untuk menghasilkan pemikiran dan tantangan miskonsepsi sebagai unsur
kuncinya (Slavin, 1994 dalam Wahyu Widada, 1998). Ini berarti bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasarkan pada paham
konstruktivisme yang mengasumsikan bahwa mahasiswa akan lebih mudah
mengkonstruksi pengetahuannya, lebih mudah menemukan dan memahami pemecahan
konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah yang
dihadapinya dengan temannya (Erni Maidiyah, 1989 dalam Nur, 1996).
Tujuan
dibentuk kelompok kecil dalam mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif
adalah untuk memberikan peluang kepada mahasiswa terlibat secara aktif dalam
kegiatan belajar. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah (a) setiap anggota
memiliki peran, (b) terjadi interaksi langsung antar anggota, (3) setiap
anggota bertanggung jawab atas belajarnya, (d) dosen membantu mahasiswa dalam
mengembangkan keterampilan interpersonal kelompok, (e) dosen hanya berinteraksi
dengan kelompok saat diperlukan (Carin, 1993 dalam Wahyu Widada, 1998).
Dari teori perkembangan kognitif dapat diturunkan
asumsi bahwa interaksi antar mahasiswa dalam tugas-tugas yang sesuai akan
meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang sulit, sedangkan
dari teori elaborasi kognitif dapat diturunkan asumsi apabila informasi harus
ditinggalkan dalam memori dan terkait dengan informasi yang telah ada dalam
memori tersebut, maka mahasiswa harus terlibat dalam beberapa macam kegiatan
restruktur (elaborasi kognitif) atas suatu materi. Sebagai contoh, membuat
ikhtisar dari suatu perkuliahan lebih baik dibandingkan membuat catatan. Sebab
untuk dapat membuat ikhtisar, mahasiswa harus memiliki kemampuan mereorganisasi
dan memilih materi yang penting. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif
adalah menjelaskan materi tersebut kepada orang lain (Nur, 1996 dalam Wahyu
Widada, 1998).
Jika kemampuan mahasiswa berbeda-beda
(kecerdasan, bakat, dan kecepatan belajar), maka perlu diadakan pengaturan
dalam pengorganisasi materi, sehingga semua mahasiswa dapat mencapai dan
menguasai materi pelajaran sesuai dengan yang telah ditargetkan dalam waktu
yang disediakan. Salah satu pengaturan yang dimaksud di atas, di samping cara
mengorganisasi materi pelajaran, juga cara-cara mengajar yang disesuaikan
dengan pribadi individu masing-masing mahasiswa. Bentuk pelaksanaan cara
mengajar yang demikian adalah membagi-bagi bahan pelajaran dalam unit-unit
pelajaran yang masing-masing bagian meliputi satu atau beberapa pokok bahasan.
Bagian-bagian materi ajar tersebut selanjutnya disebut paket materi ajar atau modul.
Jadi, modul adalah suatu cara/strategi pengorganisasian materi pelajaran yang
harus memperhatikan semua fungsi pendidikan.
Modul yang akan diterapkan dalam
penelitian ini memiliki ciri-ciri berikut.
(1) Didahului oleh pernyataan
sasaran belajar. (2) Pengetahuan disusun dalam suatu kerangka yang bertolak dari
miskonsepsi yang dibawa mahasiswa tentang Fisika dengan memperhatikan kaitan
antara konsepsi mahasiswa dengan konsepsi ilmiah melalui suatu model logika
matematika. (3) Formula matematika yang diperlukan dalam
menganalisis suatu konsep fisika dibuat sedemikian sehingga dapat menggiring
partisipasi mahasiswa secara aktif. (4) Memuat
sistem penilaian berdasarkan penguasaan.
(5) Memuat semua unsur bahan
pelajaran dan semua tugas pelajaran.
(6) Memberi peluang bagi
perbedaan antar individu mahasiswa.
(7) Mengarah pada suatu tujuan
belajar tuntas.
Dalam mengakomodasi
perbedaan antara konsepsi mahasiswa dan konsep-konsep yang disajikan dalam
modul, mereka biasanya menggunakan beberapa strategi, sebagai berikut. (1) Mahasiswa membaca untuk mengubah
konsepsinya. (2) Berpegang pada pengetahuan awal mereka dan berusaha
mengubah konsep-konsep yang terkandung dalam materi ajar pada modul yang tidak
sesuai dengan konsepsi mereka. (3) Berpegang
pada fakta-fakta yang ada pada modul ditambah dengan dugaan-dugaan
pengetahuannya dan memisahkan pengetahuan awal mereka dengan pengetahuan yang
terdapat didalam paket materi ajar atau modul.
(4) Berpegang pada pengetahuan awal dan mengabaikan pengetahuan yang ada
pada paket materi ajar.
Dalam pelaksanaannya, scenario pembelajaran dengan
menggunakan modul memiliki perencanaan berikut ini. (1) Modul dibagikan kepada mahasiswa paling
lambat dua hari sebelum perkuliahan. (2)
Penterapan modul dalam perkuliahan menggunakan model konstruktivis. (3) Evaluasi dilakukan pada akhir satu unit
pembelajaran/ satu modul. (4) Hasil evaluasi dibagikan sedini mungkin sehingga
dapat diketahui pada modul yang mana mahasiswa telah berhasil dan pada bagian
modul yang mana mereka belum berhasil. (5)
Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengulang pada salah satu
modul atau beberapa modul yang belum dikuasai.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diyakini bahwa
penterapan modul secara efektif akan dapat mengubah konsepsi siswa menuju
konsep ilmiah. Sehingga pada gilirannya hasil belajar mereka dapat ditingkatkan
seoptimal mungkin baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hasil penelitian
terdahulu oleh Santyasa dkk. (1995) menunjukkan bahwa penterapan modul berupa
paket materi ajar dalam pembelajaran Vektor satuan dan aplikasinya dalam
analisis gerak dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dan hasil belajar
mahasiswa. Oleh karena itu, bila penggunaan modul ini dipadukan dengan
mengintensifikan penggunaan tes formatif, maka miskonsepsi yang timbul segera
dapat diketahui untuk diperbaiki pada setiap akhir satu unit pembelajaran. Hal
ini akan menjadi lebih efektif dan efisien bila pembahasan modul tersebut
dilakukan secara kooperatif dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga
intensifikasi penggunaan tes formatif melalui pembelajaran kooperatif bermodul
diyakini akan dapat meningkatkan kualitas hasil dan proses belajar mahasiswa.
2. Metode Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika IKIP
Negeri Singaraja tahun akademik 2004/2005 sebanyak 18 orang. Objek penelitian
adalah (1) hasil belajar, (2) proses pembelajaran , dan (4) respon mahasiswa
terhadap pembelajaran yang diterapkan.
Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus 1 mencakup
materi Sistem dan Lingkungan, Hukum ke Nol Termodinamika, Persamaan Keadaan dan
Usaha; sedangkan siklus 2 mencakup materi Kalor, Hukum I Termodinamika,
Persamaan Energi, Energi Dalam dan Entalphi.
Prosedur penelitian untuk setiap siklus terdiri atas 4
tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi, serta tahap
refleksi tindakan.
a. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap perencanaan adalah menyiapkan SAP, menyusun modul dan LKM pembelajaran,
menyusun instrumen penelitian seperti paket latihan soal, tes formatif, tes
hasil belajar dan pedoman observasi siswa.
b. Langkah-langkah pembelajaran
pada tahap pelaksanaan tindakan adalah membentuk kelompok diskusi, membagikan
modul dilengkapi dengan LKM; melakukan kerja kelompok dengan mempelajari dan
memahami isi modul dan LKM; melakukan diskusi/tanya jawab dan mengerjakan
soal-soal latihan secara berkelompok; memberi kesempatan kepada salah satu
wakil kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas; menyimpulkan
hasil kegiatan serta memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep yang terjadi;
memberi tugas-tugas dan latihan soal setiap akhir pembelajaran; memberikan tes
formatif pada setiap akhir satu unit pembelajaran; mengembalikan hasil tes
formatif atau tugas atau latihan soal dengan menambahkan catatan kecil sebagai
umpan balik kepada mahasiswa sebelum pelajaran unit baru dimulai; Memberi remidial kepada mahasiswa yang belum
berhasil menguasai unit pelajaran yang telah diajarkan di luar jam kuliah dalam bentuk tutorial
c. Observasi dilakukan pada
setiap kegiatan pembelajaran terhadap aktivitas belajar mahasiswa di kelas,
termasuk masalah-masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan, sedangkan
evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil pembelajaran dan respon mahasiswa
terhadap pembelajaran yang diterapkan.
d. Refleksi dilakukan terhadap
hasil observasi dan evaluasi yang dilaksanakan pada setiap siklus untuk
memperbaiki dan menyempurnakan tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus
berikutnya.
Data mengenai kualitas
proses perkuliahan yang digali dari aktivitas belajar mahasiswa dengan teknik
observasi, data hasil belajar yang dikumpulkan dengan teknik tes yang berbentuk
essai, dan data respon mahasiswa terhadap pembelajaran yang diterapkan
selanjutnya dianalisis dengan statistik deskriptif. Penentuan kualitas hasil
belajar didasarkan pada nilai rata-ratanya dengan kreteria keberhasilan ditetapkan
bila skor rata-rata mencapai kategori cukup atau lebih. Data mengenai kualitas
proses perkuliahan dan respon mahasiswa dianalisis secara deskriptif
kuantitatif dengan kriteria keberhasilan untuk aktivitas tergolong aktif dan
respon terkategori positif.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil Penelitian
3.1.1 Kualitas Proses Perkuliahan
Hasil observasi terhadap
proses perkuliahan yang dicerminkan oleh aktivitas belajar mahasiswa selama
perkuliahan Termodinamika yang telah dilakukan selama dua siklus, menunjukkan
bahwa kualitas perkuliahan Termodinamika setelah pemberian tindakan membaik.
Hal ini tampak dari dengan adanya peningkatan skor rata-rata aktivitas belajar
mahasiswa. Rata-rata skor aktivitas belajar pada siklus 1 sebesar 18,22
tergolong aktif dan pada siklus 2 sebesar 20,5 yang tergolong sangat aktif. Ini
berarti terjadi peningkatan aktivitas belajar mahasiswa dari aktif menjadi
sangat aktif yang mengindikasikan terjadinya perbaikan kualitas proses
perkuliahan.
3.1.2 Hasil
Belajar Mahasiswa
Hasil belajar yang dicapai mahasiswa selama pemberian
tindakan baik pada siklus 1 maupun
siklus 2 dapat dicermati melalui nilai rata-rata tes hasil belajar siswa. Pada
siklus 1 nilai rata-ratanya sebesar 69,7 termasuk dalam kategori cukup,
dengan jumlah mahasiswa yang mencapai nilai cukup ke atas sebesar 66,67 % dan
pencapaian hasil belajar mahasiswa masih kurang dari 85 %. Rata-rata dari tes
hasil belajar pada siklus 2 sebesar 75 termasuk dalam kategori baik
dengan jumlah mahasiswa yang mencapai nilai cukup ke atas sebesar 88,88 %. Bila
dibandingkan dengan ketuntasan belajar pada kurikulum, pencapaian hasil belajar
mahasiswa setelah siklus 2 sudah melebihi
85 %. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tindakan dapat meningkatkan
hasil belajar mahasiswa dari kategori cukup menuju kategori baik.
3.1.3 Respon
Mahasiswa
Hasil
analisis respon mahasiswa terhadap pelaksanaan tindakan dengan mengintensifkan penggunaan tes formatif
menunjukkan bahwa respon mahasiswa adalah positif dengan rata-rata skor respon
sebesar 4,30.
3.2 Pembahasan
Implementasi model
pembelajaran kooperatif bermodul dengan mengintensifkan pemberian tes formatif
ternyata dapat memperbaiki kualitas proses perkuliahan Termodinamika dengan
meningkatnya aktivitas belajar mahasiswa (Rata-rata siklus 1 = 18,22 dan siklus
2 = 20,5). Kondisi ini disebabkan oleh hampir semua mahasiswa sudah berperan
dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan melalui Lembar Kerja Mahasiswa.
Pemberian tes formatif
secara intensif pada setiap akhir perkuliahan yang diikuti dengan pengembalian
hasil tes disertai catatan kecil memberi kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan aktivitas belajar
mahasiswa. Penilaian yang dilakukan dengan tes formatif ini memang tidak
dimaksudkan untuk menilai mahasiswa, melainkan untuk mengukur karakteristik
yang ada pada diri mahasiswa, seperti tingkat penguasaan pada bidang tertentu,
sehingga hasil tes formatif yang diperoleh lebih mencerminkan pada kualitas
kegiatan pembelajaran yang dilakukan mahasiswa. Dengan kata lain, hasil tes
formatif dapat digunakan sebagai indikator proses belajar yang dilaksanakan dan
sebagai feed back bagi guru untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya.
Hasil tes formatif pada setiap siklus mengalami peningkatan, yang menunjukkan
telah terjadi perbaikan dalam proses perkuliahan.
Adanya
perbaikan kualitas proses perkuliahan dimungkinkan pula karena proses
pembelajaran yang diterapkan menggunakan pendekatan kooperatif. Dengan
pendekatan ini, penggunaan kelompok-kelompok kecil dapat meningkatkan interaksi
multi arah karena belajar secara kooperatif dapat meningkatkan tanggung jawab
dan rasa percaya diri yang bermuara pada meningkatnya konsep diri setiap
mahasiswa dan hasil belajarnya. Melalui belajar kooperatif dapat dikembangkan
aktivitas belajar yang lebih didominasi oleh aktivitas mahasiswa. Aktivitas
mengajukan pertanyaan dan pendapat memberi kesempatan pada mahasiswa untuk
menunjukkan aktualisasi dirinya. Demikian pula pembelajaran secara kooperatif
dapat menumbuhkan sikap saling mengisi antar mahasiswa yang mengarah pada makin
terbukanya wawasan yang akan dimiliki. Kondisi ini akan membantu mahasiswa yang
kemampuannya lebih lemah. Penggunaan modul dalam pembelajaran akan dapat
mengatasi perbedaan antara individu, karena melalui modul ini siswa akan dapat
belajar sesuai dengan karakteristik yang dimiliki.
Adanya
peningkatan yang positif terhadap kualitas proses perkuliahan membawa dampak
yang positif pula terhadap capaian hasil belajar mahasiswa. Hasil belajar yang
dicapai mahasiswa digambarkan dari rata-rata hasil tes akhir setiap siklus.
Pada siklus I, rata-rata sebesar 69,7. Bila dikonversi ke tabel 3.5, nilai ini
berada pada kategori cukup. Jumlah mahasiswa yang nilainya cukup ke atas
mencapai 66,77%, dengan kata lain ketuntasan belajar pada siklus I adalah 66,67%.
Hasil belajar yang dicapai pada siklus 2 mencapai rata-rata sebesar 75,0 dan
termasuk dalam kategori baik. Jumlah mahasiswa yang mencapai nilai cukup ke
atas sebesar 88,88 % atau ketuntasan belajar siswa mencapai 88,88%. Bila dibandingkan dengan ketuntasan dalam
kurikulum pencapaian hasil belajar
mahasiswa setelah siklus 2 sudah melampaui
85 %. Ini berarti hasil belajar mahasiswa mengalami peningkatan.
Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Termodinamika dengan
mengintensifkan penggunaan tes formatif melalui pendekatan kooperatif bermodul
yang diterapkan dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
Mengingat
waktu penelitian telah berakhir sedangkan masih ada hal-hal yang perlu
diperbaiki dalam pembelajaran, maka diharapkan kepada dosen untuk terus
melanjutkan kegiatan pembelajaran ini dengan menganalisis lebih jauh
kesulitan-kesulitan belajar yang dialami mahasiswa. Upaya yang terus-menerus
dilakukan tentu akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran fisika khususnya
Termodinamika dan pada akhirnya akan dapat lebih meningkatkan hasil belajar
mereka.
4. Penutup
Berdasarkan
analisis data dan temuan dari penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa
hal berikut ini. Pertama, intensifikasi penggunaan tes formatif melalui
pembelajaran kooperatif bermodul yang diterapkan pada perkuliahan Termodinamika
di Jurusan Pendidikan Fisika tahun ajaran 2004/2005 dapat meningkatkan kualitas
proses perkuliahan dengan kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh aktivitas
belajar mahasiswa. Kedua, dengan intensifikasi penggunaan tes formatif melalui
pembelajaran kooperatif bermodul pada perkuliahan Termodinamika di Jurusan
Pendidikan Fisika tahun ajaran 2004/2005 dapat meningkatkan kualitas hasil
belajar mahasiswa. Ketiga, respon mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran
yang diterapkan berupa intensifikasi penggunaan tes formatif melalui
pembelajaran kooperatif bermodul pada perkuliahan Termodinamika di Jurusan
Pendidikan Fisika tahun ajaran 2004/2005 adalah positif.
Untuk
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar Termodinamika mahasiswa perlu
dipertimbangkan saran berikut ini. (1) Penilaian terhadap proses pembelajaran
dilakukan secara teratur dan terstruktur berupa tes, baik pemberian tes
formatif ataupun tes sumatif. Hasil belajar yang diperoleh mahasiswa melalui
tes maupun tugas-tugas agar dikembalikan kepada mahasiswa sehingga mahasiswa
mengetahui kelemahan dan kelebihannya untuk dapat melakukan perbaikan-perbaikan
yang diperlukan. (2) Modul yang
digunakan dalam pembelajaran agar dibagikan sebelum pembelajaran dimulai dan
akan lebih baik bila dibagikan paling lambat seminggu sebelumnya. (3) Pembentukan kelompok dalam pembelajaran
dengan pendekatan kooperatif perlu memperhatikan jumlah anggota kelompok.
Kelompok kecil lebih efektif menumbuhkan terjadinya interaksi sosial antar
individu.
DAFTAR PUSTAKA
Asmawi Zainul dan Noehi
Nasoetion. 1990. Penilaian Hasil Belajar.
Dirjen Dikti. Jakarta :
Depdikbud.
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Pengaruh Interaktif Antara Cara
Penstrukturan Isi Teks Ajar dan Strategi Belajar Mahasiswa Terhadap Perolehan
Belajar Mengingat Fakta dan Memahami Konsep. Laporan Penelitian. Lemlit. IKIP Malang .
Gagne, R.M. 1985. The Conditional of Learning and Theory of
Instruction. New York :
Holt Rinehart and Winstone.
Hasibuan, J.J.; Ibrahim dan A.J.E. Toenlioe. 1994. Proses Belajar Mengajar Keterampilan
Dasar Pengajaran Mikro. Bandung :
P.T Remaja Rosdakarya.
Maidiyah, Erni. 1989. Efektivitas Pembelajaran koperatif Pada Topik
Pecahan di Sekolah Dasar. Tesis.
Program Pascasarjana IKIP Surabaya .
Merrill, M.D.& Tennyson, R.D. 1977. Teaching Concept: An Instructonal Design Guide. Englewood Cliffs, N.J: Educational Technology
Publication.
Nur. M. 1996. Pembelajaran Kopratif dalam Pembelajaran Kelas IPA
(Terjemahan dari Linda Lundgren 1994: Cooperative Learning In The Science
Classroom). Makalah. Disampaikan
dalam Penyegaran dan Pelatihan Penelitian Bagi Guru-guru Pembina KIR SMU di
IKIP Surabaya ,
26 Agustus-7 September 1996.
PIP DUE-LIKE.
2003. Jurusan Pendidikan Fisika, FP MIPA, IKIP Negeri Singaraja.
Samani. M. Memperkenalkan
Keterampilan Koperatif. Makalah. Disampaikan dalam Penyegaran dan Pelatihan
Penelitian Bagi Guru-guru Pembina KIR SMU di IKIP Surabaya , 26 Agustus-7 September 1996.
Santyasa I Wayan. dkk. 1995. Penerapan Paket Strategi
Struktur Materi Dalam Pembelajaran Konsep Vektor Satuan dan Aplikasinya Dalam
Analisis Gerak Mahasiswa Jurusan Pendidikan MIPA STKIP Singaraja. Laporan penelitian. P3M STKIP Singaraja.
---------, dkk. 1998 . Penerapan Modul Berorientasi
Konstrukstivisme dalam Perkuliahan Fsiika Dasar I sebagai upaya Mengubah
Miskonsepsi dan Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika STKIP Negeri Singaraja 1998/1999. Laporan Penelitian. P3M
STKIP Singaraja.
Tjipto Utomo dan Kees Ruijter. 1990. Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan.
Manajemen Perkuliahan dan Metode Perbaikan Pendidikan. Jakarta : Gramedia.
Wahyu Widada.1998.Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran
Matematika SMU yang Berorientasi Model Pembelajaran Koperatif Tipe Jigsaw. Makalah Komprehensif. Program
Pascasarjana IKIP Surabaya .
ALWAYS REMEMBER : http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com
No comments:
Post a Comment