Komentarnya dong....
PELAJARAN 4
KEBIJAKAN FISKAL
Standar Kompetensi : Memahami APBN dan APBD.
Kompetensi Dasar : 2.3 Mendeskripsikan
kebijakan pemerintah di bidang fiskal
A. Kebijakan
Fiskal
1. Pengertian
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah dengan cara meningkatkan atau menurunkan pendapatan
negara atau belanja negara.
2. Fungsi
Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal berfungsi untuk
mengendalikan perekonomian negara dan bersama-sama dengan kebijakan moneter
berfungsi untuk meningkatkan pendapatan
nasional.
3. Tujuan
Kebijakan Fiskal
a. mencegah pengangguran
Perekonomian dapat mencapai laju
pertumbuhan yang diinginkan melalui tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full
employment), yaitu suatu keadaan yang menunjukkan seluruh angkatan kerja
mendapat pekerjaan.
b. stabilitas harga
Deflasi akan mendorong timbulnya pengangguran
karena sektor usaha akan kehilangan harapan untuk mendapat keuntungan.
Sebaliknya inflasi yang berkepanjangan akan melemahkan perekonomian karena
pemilik modal akan beralih dari investasi produktif ke investasi dalam bentuk
tanah, rumah atau gedung.
Tujuan kebijakan fiskal secara umum adalah
kestabilan ekonomi yang mantap, artinya tetap mempertahankan laju pertumbuhan
ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran yang berarti, dan terjaganya
kestabilan harga barang.
4. Macam-macam
Kebijakan Fiskal
a. Kebijakan Fiskal stabilisator otomatis
Pengeluaran pemerintah ditentukan
berdasarkan atas perkiraan manfaat dan biaya relatif dari berbagai macam
program pengeluaran yang akan dilakukan pemerintah. Jika terjadi deflasi
pengeluaran pemerintah tidak akan diubah, namun penerimaan pajak pendapatan
akan diturunkan. Sebaliknya dalam masa inflasi terjadi kenaikan penerimaan
pemerintah yang berasal dari pajak, dan pemerintah menurunkan tunjangan
pengangguran.
b. Kebijakan Fiskal Diskresioner
Kebijakan fiskal diskresioner adalah
kebijakan fiskal yang digunakan pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah
ekonomi yang sedang dihadapi. Langkah yang dilakukan pemerintah adalah mengubah
pengeluarannya atau pemungutan pajaknya dengan tujuan untuk mengurangi gerak
naik turun tingkat kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu, mencapai tingkat
kesempatan kerja penuh, tidak mengalami masalah inflasi, dan selalu mengalami
pertumbuhan ekonomi yang memuaskan.
B. Pajak
1. Pengertian
pajak
a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat balas jasa secara
langsung yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
b. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja
Pajak ialah iuran wajib, berupa uang atau
barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum agama guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
2. Unsur-unsur
pajak
a. Iuran rakyat kepada negara
Iuran yang dimaksud berupa uang atau barang
dan yang berhak memungut pajak hanyalah negara.
b. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut dengan kekuatan
undang-undang serta aturan pelaksanaannya, artinya pemungutan pajak dapat
dipaksakan.
c. Tanpa kontra prestasi dari negara
Dalam pembayaran pajak individu tidak
mendapat kontra prestasi dari pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai pengeluaran negara
Pajak digunakan untuk
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas atau kesejahteraan
umum.
3. Ciri-ciri
pajak
a. Pajak dipungut oleh pemerintah (pemerintah pusat
atau daerah)
b. Tidak ada kontra prestasi langsung saat pembayaran
pajak
c. Kontra prestasi dari pemerintah berupa
penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum
d. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah
e. Pajak dipungut karena suatu keadaan, kejadian dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang
4. Perbedaan
pajak dengan pungutan resmi lainnya
Retribusi adalah iuran rakyat kepada
pemerintah berdasarkan undang-undang dengan mendapat balas jasa dari pemerintah
secara langsung. Retribusi diartikan sebagai pungutan pemerintah daerah
berdasarkan undang-undang.
Jenis
retribusi daerah:
a. Retribusi Jasa Umum
Kriteria pungutan yang termasuk kelompok retribusi
jasa umum:
1) Bukan pajak
2) Memberi manfaat kepentingan umum
3) Pelayanan dengan kualitas lebih baik
Contoh retribusi jasa
umum adalah retribusi pelayanan kesehatan, kebersihan, akta catatan sipil,
pemakaman, pelayanan pasar dan pelayanan pengujian kendaraan bermotor.
b. Retribusi Jasa Usaha
Kriteria pungutan yang termasuk kelompok jasa
usaha:
1) Bukan pajak
2) Jasa komersial yang mestinya dikelola swasta
tetapi dikuasi daerah.
Contoh retribusi jasa
usaha adalah retribusi tempat pelelangan, pasar, pertokoan, tempat parkir,
tempat penginapan, villa, rumah potong
hewan, tempat rekreasi dan penyebrangan diatas air
c. Retribusi Perizinan tertentu
Kriteria pungutan yang termasuk kelompok perizinan
tertentu:
1) Termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan ke
daerah
2) Diperlukan guna melindungi kepentingan umum
Contoh retribusi
perizinan tertentu adalah retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi tempat
penjualan minuman beralkohol, izin gangguan dan retribusi trayek.
5. Syarat-syarat
pemungutan pajak
Pemungutan
pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Syarat keadilan
Pajak dikenakan secara
umum dan merata berdasarkan undang-undang dan disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing individu
b. Syarat yuridis
Pajak diatur dengan
undang-undang sehingga memberi jaminan hukum bagi negara maupun warganya.
c. Syarat ekonomi
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kegiatan
perekonomian masyarakat.
d. Syarat finansial
Biaya yang digunakan
untuk memungut pajak tidak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
e. Syarat Kesederhanaan
Pemungutan pajak harus
sederhana, artinya mudah dipahami oleh wajib pajak sehingga masyarakat dapat
menghitung sendiri kewajiban pajaknya.
6. Fungsi
pajak
a. Fungsi anggaran
Uang hasil pungutan pajak berfungsi untuk
membiayai anggaran pengeluaran negara.
b. Fungsi regulasi
Pajak berfungsi untuk
mengatur perekonomian guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat.
c. Fungsi demokrasi
Dengan membayar pajak,
rakyat berperan serta dalam pelaksanaan kehidupan kenegaraan untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur
d. Fungsi redistribusi pendapatan
Hasil pemungutan pajak
digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang dinikmati masyarakat banyak
7. Azas
pajak
a. Prinsip keadilan
Pajak harus adil dan sesuai dengan kemampuan
masing-masing.
b. Prinsip kepastian
Pemungutan pajak harus jelas
dan pasti, sehingga wajib pajak mudah melakukan perhitungan sendiri.
c. Prinsip kelayakan
Wajib pajak merasa senang
dalam membayar pajak, karena merasa layak sebagai pembayar pajak.
d. Prinsip ekonomi
Pemungutan pajak harus memenuhi syarat ekonomi,
yaitu mampu memenuhi kebutuhan negara dan tidak menghambat kemajuan ekonomi.
8. Sistem
perpajakan
a. Official Assesment System
Adalah sistem
pemungutan pajak yang memberi kewenangan pemerintah untuk menentukan besarnya
pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Dalam dunia perpajakan, besarnya
pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak dikenal dengan istilah pajak yang
terutang.
b. Self Assesment System
Adalah sistem
pemungutan pajak yang memberi kewenangan wajib pajak untuk menghitung sendiri
besarnya pajak terutang.
c. With Holding System
Adalah sistem
pemungutan pajak yang memberi kewenangan pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak terutang yang harus dibayar
oleh wajib pajak.
9. Teori
Pemungutan Pajak
a. Teori asuransi
Pembayaran pajak
dianggap sebagai pembayaran premi warga masyarakat kepada negara, karena negara
telah memberi perlindungan terhadap warganya
b. Teori kepentingan
Orang membayar pajak karena
tingkat kepentingannya, artinya semakin tinggi tingkat kepentingan warga
terhadap perlaindungan yang diberikan negara maka semakin tinggi pula pajaknya.
c. Teori gaya pikul
Dasar pemungutan pajak
tergantung pada kemampuan (gaya pikul) wajib pajak dalam membayar pajak.
Semakin kecil gaya pikul yang dimiliki wajib pajak, maka semakin kecil pula
pajak yang harus dibayar.
d. Teori bakti
Pembayaran pajak dari
rakyat kepada negara merupakan bentuk ungkapan bakti rakyat kepada negaranya.
e. Teori asas gaya beli
Pajak yang dibayar
wajib pajak akan disalurkan kembali ke masyarakat dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan.
10. Pengelompokan
pajak
a. Berdasarkan golongan
1) Pajak langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul
sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan ke pihak lain. Contoh pajak
penghasilan, PBB, Pajak Kendaraan bermotor, dan pajak undian.
2) Pajak tidak langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh pajak pertambahan nilai, bea impor,
dan pungutan ekspor
b. Berdasarkan sifat
1) Pajak subyektif
Pajak subyektif adalah pajak yang berdasarkan
subyeknya, artinya memperhatikan diri wajib pajak. Contoh pajak penghasilan
(PPh)
2) Pajak obyektif
Pajak obyektif adalah pajak yang berdasarkan
obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh pajak
pertambahan nilai (PPN), Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM)
c. Berdasarkan lembaga pemungut
1) Pajak pusat
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Contoh Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bea materai, dan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHAT)
2) Pajak daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah.
Pajak daerah terdiri dari:
a) Pajak propinsi
Contoh pajak kendaraan bermotor, kendaraan diatas
air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak rumah tangga, bea balik nama
kendaraan bermotor, serta pajak pemanfaatan air bawah tanah.
b) Pajak kabupaten
Contoh pajak hotel, restoran, pajak hiburan,
reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian, serta pajak
parkir.
d. Berdasarkan asalnya
1) Pajak dalam negeri
Pajak dalam negeri adalah pajak yang dipungut
terhadap wajib pajak yang tinggal di Indonesia dan sebagai warga negara
Indonesia.
2) Pajak luar negeri
Pajak luar negeri adalah pajak yang dipungut
terhadap orang-orang asing yang mempunyai penghasilan di Indonesia.
11. Tarif
pajak
a. Tarif pajak proporsional
Tarif pajak
proporsional adalah tarif pemungutan pajak dengan menggunakan persentase (%)
yang tetap berapapun jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak. Misal
tarif pajak pertambahan nilai adalah 10% berapapun jumlah barang yang dibeli.
b. Tarif pajak degresif
Tarif pajak dengan
menggunakan persentase (%) yang menurun dengan semakin besarnya jumlah yang
digunakan sebagai dasar pengenaan pajak.
c. Tarif pajak tetap
Tarif pajak tetap
adalah tarif pungutan pajak dengan jumlah yang sama untuk setiap objek pajak.
Contoh bea materai untuk setiap akta notaris Rp. 6.000,- , bea materai untuk
setiap cek atau bilyet giro Rp. 3.000,-
d. Tarif pajak progresif
Tarif pajak progresif
adalah tarif pajak dengan persentase yang semakin naik dengan semakin besarnya
jumlah yang dikenakan pajak. Contoh tarif Pajak Penghasilan (PPh)
12. Undang-undang
perpajakan
Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem
Self Assesment System. Sejak tahun 1983 pemerintah telah membuat beberapa undang-undang
yang mengatur tentang perpajakan. Perkembangan
undang-undang tersebut sebagai berikut:
a. Tahun 1983
1) UU no. 6 :
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2) UU no. 7 :
tentang Pajak Penghasilan (PPh)
3) UU no. 8 :
tentang Pajak Pertambahan nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPN dan PPn BM)
b. Tahun 1985
1) UU no. 12 : tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
2) UU no. 13 : tentang Bea materai
c. Tahun 1994
1) UU no. 9 :
tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan
2) UU no. 10 : tentang Pajak Penghasilan (PPh)
3) UU no. 11 : tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
4) UU no. 12 : tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
d. Tahun 2000
1) UU no. 16 : tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
2) UU no. 17 : tentang Pajak Penghasilan (PPh)
3) UU no. 18 : tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
4) UU no. 19 : tentang Penagihan pajak dengan Surat
Paksa
5) UU no. 20 : tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB)
Untuk pajak Penghasilan
(PPh), pemerintah lewat peraturan menteri keuangan menetapkan penyesuaian
besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) seiring dengan naiknya tingkat
pendapatan masyarakat. Peraturan menteri keuangan tentang penyesuaian besarnya
penghasilan tidak kena pajak (PTKP) no. 564/kmk.03/2004 dinyatakan tidak
berlaku lagi dan diganti dengan no. 137/PMK.03/2005 yang diberlakukan mulai 1
Januari 2006.
13. Pajak
Penghasilan (PPh)
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur
pajak atas penghasilan (laba) yang diterima orang pribadi atau badan usaha
dalam tahun pajak. Undang-undang PPh mengatur subjek pajak, objek pajak, serta
cara menghitung dan cara melunasi pajak terutang.
a. Subjek pajak
Subjek pajak penghasilan terdiri dari:
1) orang pribadi
2) warisan yang belum terbagi
3) bentuk usaha tetap (PT, CV, BUMN/BUMD, Firma,
Koperasi)
b. Objek pajak
Objek pajak
adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
wajib pajak yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib pajak. Penghasilan
adalah jasa yang diperoleh berkenaan dengan pekerjaan termasuk gaji, upah,
honorarium, komisi, gratifikasi, uang pensiun, hadiah dari undian, penghargaan,
laba usaha, bunga, deviden, royalti, premi asuransi, dsb.
Yang tidak
termasuk objek pajak adalah bantuan sumbangan, zakat, harta hibahan, warisan,
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi seperti asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, sauransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi
bea siswa.
c. Penghasilan tidak kena pajak
Menurut Peraturan Menteri
Keuangan nomor 137/PMK.03/2005 yang ditetapkan tanggal 30 Desember 2005 dan
mulai berlaku sejak tahun pajak 2006, besarnya penghasilan tidak kena pajak
(PTKP) sebagai berikut:
1) Rp. 13.200.000,- untuk diri wajib pajak
2) Rp.
1.200.000,- tambahan untuk wajib pajak yang kawin
3) Rp. 13.200.000,- tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
4) Rp.
1.200.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
d. Tarif Pajak penghasilan (PPh pasal 21)
Berdasarkan UU no. 17 tahun
2000, besarnya tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak pribadi dan bentuk
usaha tetap adalah sebagai berikut:
1) Tarif pajak untuk wajib pajak pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP)
|
Tarif Pajak(%)
|
Sampai dengan Rp. 25 juta
Diatas Rp. 25 juta s/d Rp. 50 juta
Diatas Rp. 50 juta s/d Rp. 100
juta
Diatas Rp. 100 juta s/d Rp. 200 juta
Diatas Rp. 200 juta
|
5%
10%
15%
25%
35%
|
2) Tarif pajak untuk badan usaha tetap
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP)
|
Tarif Pajak(%)
|
Sampai dengan Rp. 50 juta
Diatas Rp. 50 juta s/d Rp. 100 juta
Diatas Rp. 100 juta
|
10%
15%
30%
|
Untuk badan usaha tetap yang
dikelola asing, penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak penghasilan
sebagaimana tarif pajak diatas akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% yang
bersifat pajak final.
Badan
usaha tersebut dibebaskan dari kewajiban PPH pasal 26 jika:
a) penghasilan tersebut ditanamkan kembali dalam
bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan di Indonesia
b) penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak
berjalan, dan selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya
c) tidak mengalihkan penanaman kembali tersebut
sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 2 tahun, sesudah perusahaan tempat
penanaman kembali berproduksi secara komersial.
e. Biaya jabatan dan biaya pensiun
Biaya
jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 1.296.000,- setahun.
Biaya
pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih atau memelihara uang pensiun
yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 432.000,-
setahun.
Selain Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 dalam UU
Pajak juga mengatur pajak penghasilan lain, yaitu:
a. PPh pasal 22
Dipungut sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang
lainnya.
b. PPh pasal 23
Dikenakan terhadap wajib pajak yang
menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal (deviden, bunga),
penyerahan jasa (hadiah, royalti, imbalan), atau penyelenggara kegiatan lainnya
(sewa).
c. PPh pasal 24
Mengatur perhitungan besarnya pajak atas
penghasilan yang dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
penghasilan yang dibayar atas seluruh penghasilan didalam negeri.
d. PPh pasal 25
Mengatur perhitungan besarnya angsuran
bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan.
e. PPH pasal 26
Mengatur tentang pemotongan atau
penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib
pajak luar negeri, selain bentuk usaha tetap.
14. Pajak
Pertambahan Nilai barang dan Jasa (PPN)
a. Objek Pajak
PPN dikenakan atas:
1) Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena
Pajak (JKP) didalam daerah pabean yang dilakukan Pengusaha Kena Pajak, baik
barang berwujud maupun tidak berwujud dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2) Impor dan ekspor BKP dan JKP
3) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar
daerah pabean kedalam daerah pabean
4) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak
dalam kegiatan usaha oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan
sendiri atau digunakan pihak lain.
5) Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, sepanjang pajak masukan yang
dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan yang dapat dikreditkan.
b. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
PKP
adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, dan
memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Contoh
PKP adalah produsen/pabrikan, importir dan eksportir, agen utama, perdagangan
besar, pemegang hak paten BKP, dan pedagang eceran.
c. Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP)
BKP
adalah barang berwujud yang berupa barang bergerak atau tidak bergerak dan
barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN.
Barang Kena Pajak yang tidak dikenakan PPN:
1) barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran,
yang diambil langsung dari sumbernya (minyak mentah, gas bumi, panas bumi,
pasir dan kerikil, batu bara, biji besi, biji timah, biji tembaga, biji nikel,
biji perak, biji bauksit, dan biji alumunium).
2) Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat banyak (beras, jagung, gabah, sagu, kedelai, dan garam).
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel,
restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya kecuali makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.
4) Uang, emas batangan dan surat-surat berharga
(saham, obligasi dan sejenisnya)
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan
berdasarkan suatu perserikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu
fasilitas atau kemudahan untuk dipakai termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan, yang
dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN.
JKP yang tidak dikenakan PPN berdasarkan peraturan
pemerintah adalah:
1) jasa dibidang kesehatan medis (jasa dokter, jasa
ahli kesehatan, jasa kebidanan)
2) jasa dibidang pelayanan sosial (jasa panti jompo,
jasa pemadam kebakaran, jasa pemakaman)
3) jasa dibidang pengiriman surat dan perangko
4) jasa dibidang perbankan, asuransi, dan sewa guna
usaha dengan hak opsi
5) jasa dibidang keagamaan, jasa pelayanan rumah
ibadah, dan jasa pemberi kotbah
6) jasa dibidang pendidikan
7) jasa dibidang tenaga kerja dan bidang yang
dilaksanakan instansi pemerintah
d. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif
PPN yang berlaku saat ini adalah 10%, sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP
adalah 0%. Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN,
tetapi pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat
dikreditkan.
Berdasarkan
pertimbangan perkembangan ekonomi, dengan peraturan pemerintah tarif PPN dapat
diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15% dengan tetap memakai
prinsip tarif tunggal.
e. Cara Kerja Sistem Pajak Pertambahan Nilai
PPN dikenakan atas
pertambahan nilai dari barang yang dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha
Kena Pajak, yang dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi
dengan tidak ada unsur pemungutan berganda.
Contoh sistem pemungutan pajak pertambahan nilai
untuk kegiatan produksi sepatu:
Tingkat
|
Harga jual
|
Pajak Keluaran
|
Pajak Masukan
|
PPN
|
Peternakan sapi
Penyamakan kulit
Perusahaan sepatu
Toko sepatu
|
Rp. 30.000,-
Rp. 35.000,-
Rp. 55.000,-
Rp. 70.000,-
|
-
Rp.
3.500,-
Rp.
5.500,-
Rp.
7.000,-
|
-
-
Rp.
3.500,-
Rp.
5.500,-
|
-
Rp.
3.500,-
Rp.
9.000,-
Rp. 12.500,-
|
Jumlah PPN yang harus dibayar
|
Rp. 25.000,-
|
15. Pajak
Penjualan atas barang mewah (PPnBM)
Barang Kena
Pajak yang tergolong Barang Mewah (BKPTM) selain dikenakan Pajak Pertambahan
nilai (PPN) juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). PPn BM
dikenakan hanya satu kali, yaitu pada saat penyerahan oleh pabrikan/produsen
atau importir BKPTM.
Alasan
pengenaan PPnBM terhadap barang kena pajak yang tergolong barang mewah:
a. keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi
b. Pengendalian pola konsumsi BKP yang tergolong
mewah
c. Perlindungan terhadap produsen tradisional
d. Pengamanan penerimaan negara
Tarif PPnBM
dengan peraturan pemerintah dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokkan
tarif, yaitu paling rendah sebesar 10% dan paling tinggi sebesar Rp. 75%. Tarif
PPnBM yang berlaku sekarang ini adalah 10%, 20%, 30%, 50% dan 75%.
16. Pajak
Bumi dan bangunan (PBB)
a. Bumi
Bumi adalah seluruh
permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Dasar
pengenaan pajaknya adalah menurut nilai jualnya yang memenuhi klasifikasi
pengelompokkan dengan memperhatikan faktor letak, peruntukan, pemanfaatan dan
kondisi lingkungan.
b. Bangunan
Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam secara tetap pada tanah atau perairan.
Dasar pengenaan pajaknya menurut nilai jualnya yang memenuhi klasifikasi
pengelompokan dengan memperhatikan faktor bahan yang digunakan, rekayasa, letak
dan kondisi lingkungan.
Contoh
bangunan adalah kolam renang, pagar mewah, tempat olah raga, galangan kapal dan
dermaga, taman mewah, tempat penampungan minyak, air dan gas, pipa minyak,
serta fasilitas lain yang memberi manfaat.
c. Subjek pajak
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang
secara nyata:
1) mempunyai hak atas bumi
2) memperoleh manfaat atas bumi
3) memiliki, menguasai atas bangunan
4) memperoleh manfaat atas bangunan
d. Objek Pajak
Objek PBB adalah bumi
dan bangunan yang memenuhi klasifikasi pengelompokan bumi dan bangunan menurut
nilai jualnya sebagai pedoman dalam memudahkan penghitungan pajak.
e. Objek pajak yang bebas dari pengenaan PBB:
1) semata-mata melayani kepentingan umum dan tidak
digunakan mencari keuntungan (tempat ibadah, rumah sakit, pesantren, panti
asuhan, museum dan candi)
2) digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala,
dan sejenisnya
3) hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah pengembalaan, tanah negara
4) digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat
5) digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
internasional
f. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
NJOP adalah harga
rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
g. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
SPOP adalah surat yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan
undang-undang pajak bumi dan bangunan.
h. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
SPPT adalah surat yang
digunakan oleh direktorat jenderal pajak untuk memberitahukan besarnya pajak
terutang kepada wajib pajak. Penerbitan SPPT berdasarkan SPOP wajib pajak.
i. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
Besarnya NJOPTKP adalah Rp. 8.000.000,- dengan
ketentuan:
1) setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP
sebanyak 1 kali dalam satu tahun pajak
2) apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek
pajak, maka yang mendapat pengurangan NJOPTKP hanya satu objek yang nilainya
terbesar.
j. Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual kena pajak
(PKP), yaitu:
1) 40% untuk objek pajak perumahan yang wajib
pajaknya perseorangan dengan NJOP sama atau lebih dari Rp. 1.000.000.000,-
2) 20% untuk objek pajak lainnya.
k. Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 5% dari nilai jual objek
pajak (NJOP) dasar pengenaan PBB.
17. Bea
Materai
Bea materai diatur dengan undang-undang no. 13
tahun 1985, yang dalam pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Pemerintah no. 7
Tahun 1995, diubah lagi dengan Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 2000 tentang
Perubahan tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang
dikenakan bea materai, yaitu Rp. 6.000,- dan Rp. 3.000,-
a. Tarif bea materai Rp. 6.000,-
dikenakan terhadap:
1) surat perjanjian
2) akta-akta notaris termasuk salinannya
3) akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT)
4) surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga
nominal lebih dari Rp. 1.000.000,-
b. Tarif bea materai Rp. 3.000,-
dikenakan terhadap:
1) dokumen yang menyebutkan jumlah uang lebih dari
Rp. 250.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,-
2) cek dan giro bilyet
3) efek dan sejenisnya yang mempunyai harga nominal
sampai dengan Rp. 1.000.000,-
4) sekumpulan efek yang tercantum dalam surat
kolektif yang mempunyai nilai sampai dengan Rp. 1.000.000,-
C. Contoh
dan cara menghitung pajak
1. Menghitung
PPh
Langkah untuk menghitung PPh
terutang:
a. menghitung pendapatan setahun
· biaya jabatan dan iuran pensiun mempunyai sifat
mengurangi gaji
· premi asuransi mempunyai sifat menambah gaji
b. menghitung PTKP
c. menghitung PKP, dengan cara mengurangi pendapatan
setahun dengan PTKP
d. menentukan PPh terutang
Soal:
Bapak Eko bekerja pada perusahaan PT Gunung Subur
dengan gaji per bulan Rp. 2.000.000,- membayar iuran pensiun tiap bulan Rp.
100.000,- dengan status K/4 (Kawin dengan 4 orang anak). Hitunglah besarnya PPh
yang terutang!
Jawab:
Gaji per bulan Rp. 2.000.000,-
dikurangi
· Biaya jabatan: 5%xRp. 2.000.000,- : Rp. 100.000,-
· Iuran
pensiun :
Rp. 100.000,-
Rp. 200.000,-
Gaji bersih per bulan Rp. 1.800.000,-
Pendapatan
bersih setahun: 12 x Rp. 1.800.000,- Rp.
21.600.000,-
Dikurangi
PTKP
· Wajib pajak :
Rp. 13.200.000,-
· Tambahan wajib pajak kawin : Rp. 1.200.000,-
· Tambahan
3 anak : Rp. 3.600.000,-
Rp. 18.000.000,-
PKP setahun Rp.
3.600.000,-
PPh
terutang setahun:
5% x Rp. 3.600.000,- = Rp. 180.000,-
Soal:
Bapak Budi sebagai karyawan PT Tiga Pilar dengan
status K/2 memperoleh gaji tiap bulan Rp. 1.800.000. Perusahaan membayar premi
asuransi kematian Rp. 10.000,- dan premi asuransi kecelakaan kerja Rp. 30.000,-
tiap bulannya ke Jamsostek. Bapak Budi membayar iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
sebesar Rp. 10.000,- dan iuran pensiun Rp. 20.000,- sebulan
Hitung besarnya PPh terutang!
Jawab:
Gaji satu bulan Rp. 1.800.000,-
Ditambah
· Premi asuransi kematian : Rp. 10.000,-
· Premi
asuransi kecelakaan : Rp. 30.000,-
Rp. 40.000,-
Penghasilan bruto sebulan Rp. 1.840.000,-
Dikurangi
· Biaya jabatan :
5%x Rp. 1.840.000,- : Rp. 92.000,-
· Iuran pensiun :
Rp. 20.000,-
· Iuran
JHT :
Rp. 10.000,-
Rp. 122.000,-
Penghasilan bersih sebulan Rp. 1.718.000,-
Penghasilan
bersih setahun: 12 x Rp. 1.718.000,- Rp.
20.616.000,-
PTKP
· Wajib pajak :
Rp. 13.200.000,-
· Wajib pajak kawin :
Rp. 1.200.000,-
· 2
orang anak : Rp. 2.400.000,-
Rp. 16.800.000,-
PKP Rp.
3.816.000,-
PPh
terutang setahun :
5% x Rp. 3.816.000,- = Rp. 190.800,-
Soal:
Bp. Hasan dalam setahun mempunyai Penghasilan Kena
Pajak sebesar Rp. 350.000.000,-. Hitung besarnya PPh terutang!
Jawab:
PKP setahun Rp.
350.000.000,-
PPh terutang:
5% x
Rp. 25 juta = Rp. 1.250.000,-
10% x Rp.
25 juta = Rp. 2.500.000,-
15% x Rp.
50 juta = Rp. 7.500.000,-
25% x Rp. 100 juta =
Rp. 25.000.000,-
35%
x Rp. 150 juta = Rp. 52.500.000,-
Rp. 88.750.000,-
Soal:
PT Air Mancur mempunyai Penghasilan Kena Pajak
(PKP) sebesar Rp. 160.000.000,- Berapa besarnya pajak penghasilan yang harus
dibayar oleh PT Air Mancur?
Jawab:
PKP setahun Rp.
160.000.000,-
Pajak Penghasilan yang harus dibayar:
10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,-
15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,-
30%
x Rp. 60.000.000,- = Rp. 18.000.000,-
Rp. 30.500.000,-
2. Menghitung
PPN dan PPnBM
Langkah menghitung PPN dan PPnBM:
a. Penyerahan barang kena pajak dikenai PPN 10%
b. Jika barang kategori barang mewah, disamping
dikenai PPN juga dikenai PPnBM yang besarnya tarif tergantung ketentuan
pemerintah, antara 10% - 75%.
Soal:
Bp. Santoso seorang pengusaha menjual tunai barang
kena pajak (BKP) kepada Bp. Rudi dengan harga jual Rp. 15.000.000,-. Hitung PPN
yang terutang!
Jawab:
PPN = 10% x
Rp. 15.000.000,-
= Rp. 1.500.000,-
Keterangan:
PPN sebesar Rp. 1.500.000,- merupakan pajak
keluaran yang dipungut oleh Bp. Santoso, sedangkan bagi Bp. Rudi PPN tersebut
merupakan pajak masukan.
Soal:
Bapak Hadi mengimpor barang mewah kena pajak
dengan nilai Rp. 70.000.000,-. Jika tarif PPnBM barang tersebut 20%, hitung
besarnya pajak yang harus dibayar!
Jawab:
Harga barang impor =
Rp. 70.000.000,-
PPN (10%xRp. 70.000.000,-) = Rp. 7.000.000,-
PPnBM(20%xRp.70.000.000,-) = Rp. 14.000.000,-
Harga faktur barang tersebut =
Rp. 91.000.000,-
3. Menghitung
PBB
Langkah untuk menghitung PBB:
a. Menghitung nilai jual tanah
b. Menghitung nilai jual bangunan (jika ada bangunan
diatasnya)
c. Menghitung total nilai jual tanah dan bangunan.
d. Jika ada nilai jual bangunan, maka total nilai
jual tanah dan bangunan mendapat pengurangan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NJOPTKP) sebesar Rp. 8.000.000,-
e. Menghitung NJKP
f. Menghitung PBB
Soal:
Bp. Joko mempunyai sebidang tanah
seluas 800 m2 tanpa bangunan diatasnya. Jika harga jual tanah
tersebut Rp. 600.000,- per m2 hitung besarnya PBB!
Jawab:
Nilai
jual tanah (800xRp. 600.000,-) =
Rp. 480.000.000,-
Nilai jual bangunan = -
Nilai
jual objek pajak =
Rp. 480.000.000,-
NJOP tidak kena pajak = -
NJOP
dasar pengenaan PBB =
Rp. 480.000.000,-
Nilai
jual kena pajak (NJKP) = 20% x NJOP
=
20% x Rp. 480.000.000,-
=
Rp. 96.000.000,-
PBB = 0,5% x NJKP
=
0,5% x Rp. 96.000.000,-
=
Rp. 480.000,-
Soal:
Bapak Rahmat memiliki sebidang tanah seluas 200 m2
dan bangunan rumah seluas 140 m2. Taksiran harga tanah Rp. 60.000,-
per m2 dan taksiran nilai jual bangunan Rp. 80.000,- per m2.
Hitung besarnya PBB!
Jawab:
Nilai jual tanah (200 x Rp. 60.000,-) Rp. 12.000.000,-
Nilai
jual bangunan (140 x Rp.80.000) Rp.
11.200.000,-
Nilai jual objek pajak (NJOP) Rp. 23.200.000,-
NJOP
tidak kena pajak Rp. 8.000.000,-
NJOP dasar pengenaan PBB Rp. 15.200.000,-
Nilai Jual kena Pajak (NJKP) = 20% x NJOP
=
20% x Rp. 15.200.000,-
=
Rp. 3.040.000,-
PBB = 0,5% x
NJKP
=
0,5% x Rp. 3.040.000,-
=
Rp. 15.200,-
Soal:
Bapak Susilo mempunyai sebidang tanah seluas 900 m2
dan bangunan villa seluas 500 m2. Jika harga jual tanah Rp.
3.000.000,- per m2 dan harga jual bangunan Rp. 2.000.000,- per m2
hitung besarnya PBB!
Jawab:
Nilai jual tanah (900 x Rp. 3.000.000,-) = Rp. 2.700.000.000,-
Nilai
jual bangunan (500 x Rp. 2.000.000,-) =
Rp. 1.000.000.000,-
Nilai jual objek pajak (NJOP) = Rp. 3.700.000.000,-
NJOPTKP =
Rp. 8.000.000,-
NJOP dasar pengenaan pajak = Rp. 3.692.000.000,-
Nilai Jual Kena Pajak = 40% x NJOP
=
40% x Rp. 3.692.000.000,-
=
Rp. 1.476.800.000,-
PBB = 0,5% x
NJKP
=
0,5% x Rp. 1.476.800.000,-
=
Rp. 7.384.000,-
Berkunjung lagi ya,
Jangan Lupa .... http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com
izin copast :) thankyou verymuch :D
ReplyDeleteiya, makasih udah berkunjung & berkomentar
DeleteTerima Kasih :)
ReplyDeleteiya :-)
Deletethank you.. sangat bermanfaat ringkasannya..
ReplyDeleteartikel yang harus diamankan. Makasih ya...
ReplyDelete