Pages

Social Icons

Beranda

Monday 26 November 2012

Perpaduan Budaya Lokal , Islam, Hindu dan Budha & Masjid Kuno yang ada Di Indonesia

Terimakasih Atas Kunjungannya :-) 
Komentarnya dong.... 


INTERAKSI TRADISI LOKAL, HINDU, BUDHA, ISLAM

INTERAKSI TRADISI LOKAL, HINDU-BUDHA, ISLAM PADA MASAYARAKAT INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA PERPADUAN ANTARA TRADISI LOKAL, HINDU-BUDHA DENGAN ISLAM.
1. Bangsa Indonesia memiliki local genius.
2. Penyebaran agama Hindu-Budha menggunakan media tradisi yang sudah ada.
3. Penyebaran agama Islam memanfaatkan tradisi Hindu-Budha dan tradisi lokal yang sudah ada.
4. Pada saat islamisasi, tujuannya ”yang penting rakyat masuk Islam”.

BENTUK PERPADUAN TRADISI LOKAL, HIND-BUDHA, DAN ISLAM
1. Seni Bangunan
- Bangunan pada tradisi lokal, misalnya punden berundak.
- Bangunan pada tradisi Hindu-Bdha, misalnya candi.
- Bangunan pada tardisi Islam, mialnya masjid (berkubah).
Perpaduannya
A. Makam
- Pada makam sering ditemukan kijing (bangunan makam yang terbuat dari batu-bata), selain itu juga kadang disertai dengan cungkup (bangunan rumah) diatasnya.
- Pada pintu masuk kadang ada gapura bentuk candi bentar (tanpa atap), dan gapura kori agung (beratap).
- Penempatan makam di tempat tinggi merupakan perpaduan dengan tradisi lokal, Hindu-Budha, Islam.
- Tradisi memasukan jenazah dalam peti merupakan perpaduan dengan tradisi lokal (peti kubut, sarkofagus, waruga).
- Upacara tahlilan, peringatan 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 1000 hari merupakan perpaduan dengan tradisi Hindu-Budha.
B. Masjid
- Bentuk atap masjid di Indonesia itu beratap tumpang (2, 3, 5) contohnya Mesjid Demak.
- Menara Masjid Kudus dibuat seperti candi Hindu.
- Masjid di letakan di sebelah barat keraton (simbol bersatunya raja dengan rakyat).

MASJID AGUNG DEMAK 
Tampak depan Masjid Agung Demak 

Masjid Agung Demak adalah sebuah mesjid tertua di Indonesia. Masjid ini terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak. 

Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. 

Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana jugaterdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak. 


MASJID MENARA KUDUS 
Masjid Menara Kudus (disebut juga sebagai mesjid Al Aqsa dan Mesjid Al Manar) adalah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu dari Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama dan terletak di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. 

Yang paling monumental dari bangunan masjid ini adalah menara berbentuk candi bercorak Hindu Majapahit, bukan pada ukurannya yang besar saja, tetapi juga keunikan bentuknya yang tak mudah terlupakan. Bentuk ini tidak akan kita temui kemiripannya dengan berbagai menara masjid di seluruh dunia. 

Keberadaannya yang tanpa-padanan karena bentuk arsitekturalnya yang sangat khas untuk sebuah menara masjid itulah yang menjadikannya begitu mempesona. Dengan demikian bisa disebut menara masjid ini mendekati kualitas genius locy. 
Menara Masjid Kudus merupakan bangunan menara masjid paling unik di Kota Kudus karena bercorak Candi Hindu Majapahit. 

Bangunan menara berketinggian 18 meter dan berukuran sekitar 100 m persegi pada bagian dasar ini secara kuat memperlihatkan sistem, bentuk, dan elemen bangunan Jawa-Hindu. Hal ini bisa dilihat dari kaki dan badan menara yang dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen, namun konon dengan dengan digosok-gosok hingga lengket serta secara khusus adanya selasar yang biasa disebut pradaksinapatta pada kaki menara yang sering ditemukan pada bangunan candi. 

Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat soko guru yang menopang dua tumpuk atap tajuk. Sedangkan di bagian puncak atap tajuk terdapat semacam mustoko (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada elemen arsitektur Jawa-Hindu. 


MASJID AGUNG BANTEN 
Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar 10 km sebelah utara kota Serang, ibu kota Provinsi Banten ini menjadi obyek wisata ziarah arsitektur yang sangat menarik, karena gaya seni bangunan yang unik dan terdapat elemen arsitektur menarik. 

Sisi menarik pertama dari bangunan utama masjid, yang dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sutan pertama Kasultanan Demak yang juga putra pertama Sunan Gunung Jati itu adalah atapnya yang tumpuk lima. Menurut tradisi, rancangan bangunan utama masjid yang beratap tumpuk lima ini dipercayakan kepada arsitek Cina bernama Cek Ban Cut. Selain jumlah tumpukan, bentuk dan ekspresinya juga menampilkan keunikan yang tidak ditemui kesamaannya dengan masjid-masjid di sepanjang Pulau Jawa, bahkan di seluruh Indonesia. 

Yang paling menarik dari atap Masjid Agung Banten adalah justru pada dua tumpukan atap konsentris paling atas yang samar-samar mengingatkan idiom pagoda Cina. Kedua atap itu berdiri tepat di atas puncak tumpukan atap ketiga dengan sistem struktur penyalur gaya yang bertemu pada satu titik. Peletakan seperti itu memperlihatkan kesan seakan-akan atap dalam posisi kritis dan mudah goyah, namun hal ini justru menjadi daya tarik tersendiri. 

Dua tumpukan atap paling atas itu tampak lebih berfungsi sebagai mahkota dibanding sebagai atap penutup ruang bagian dalam bangunan. Tak heran jika bentuk dan ekspresi seperti itu sebetulnya dapat dibaca dalam dua penafsiran: masjid beratap tumpuk lima atau masjid beratap tumpuk tiga dengan ditambah dua mahkota di atasnya sebagai elemen estetik. 

Elemen menarik lainnya adalah menara di sebelah timur yang besar dan monumental serta tergolong unik karena belum pernah terdapat bentuk menara seperti itu di Jawa, bahkan di seluruh Nusantara. Dikarenakan menara bukanlah tradisi yang melengkapi masjid di Jawa pada masa awal, maka Masjid Agung Banten termasuk di antara masjid yang mula-mula menggunakan unsur menara di Jawa. 

Tradisi menyebutkan, menara berkonstruksi batu bata setinggi kurang lebih 24 meter ini dulunya konon lebih berfungsi sebagai menara pandang/pengamat ke lepas pantai karena bentuknya yang mirip mercusuar daripada sebagai tempat mengumandangkan azan. Yang jelas, semua berita Belanda tentang Banten hampir selalu menyebutkan menara tersebut, membuktikan menara itu selalu menarik perhatian pengunjung Kota Banten masa lampau. 


MASJID JAMI BANJARMASIN 
Masjid Jami Banjarmasin adalah salah satu masjid tua di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Di masjid ini terdapat kantor MUI kota Banjarmasin dan di belakang masjid merupakan pemakaman umum yang juga terdapat komplek Makam Pangeran Antasari. 


MASJID SULTAN SURIANSYAH 
Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Masjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. 

Masjid bergaya tradisional Banjar pada bagian mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah dengan bangunan induk. Masjid ini didirikan di tepi sungai Kuin. 

Pola ruang pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu. 

Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa Hindu yang dipenuhi oleh masjid tersebut. Tiga aspek tersebut : atap meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling banyak dan paling tinggi. 

Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan ruang dibawahnya merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella (ruang keramat). Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab. 


2. Seni Rupa
- Seni rupa pada tradisi lokal, ukiran atau lukis berbentk kepala naga, kerang-kerangan, pemandangan, kepala kijang.
- Seni rupa pada tradisi Hindu-Budha, ukiran tokoh pewayangan, dewa-dewa, binatang, kehidupan masyarakat.
- Seni rupa pada tradisi Islam, bentuk kaligrafi (seni menulis indah) tulisan arab.
Bentuk perpaduannya di masjid Mantingan ada ukiran binatang (kera), di gapura masjid sendang duwur tuban.

3. Seni Tari
Perpaduan dalam seni tari adalah penggunaan shalawat yang dinyanyikan dengan lagu-lagu tertentu sebagai pengiring tarian. Misalnya tarian Seudati dari Aceh, dan Debus dari Banten.

4. Aksara
Huruf arab di Indonesia dirubah menjadi lebih sederhana yang disebut Arab Gundul. Yang bahasanya itu bahasa jawa.

5. Seni Sastra
- Di daerah selat Malaka, ada karya sastra yang diadopsi dari persia. Misalnya Hikayat Amir Hamzah, Hikayat 1001 Malam.
- Di jawa hikayat tersebut telah bercampur dengan tradisi Hindu-Budha. Misalnya ada Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama, Hikayat Kuda Semirang.
- Karya sastra pada zaman Islam di jawa terbagi dua, gancaran (disebut Hikayat) dan tembang (syair). Ditulis menggunakan huruf jawa.

6. Sistem Pemerintahan
- Sistem pemerintahan pada tradisi lokal, ratu adil, orang keturunan langit sebagai penyeimbang antara makrokosmos (dunia atas) dengan mikrokosmos (dunia bawah).
- Sistem pemerintahan pada Hindu-Budha, raja.
- Sistem pemerintahan pada masa Islam, sultan.
Perpaduannya
- Nama Sultan (islam) dipadukan dengan nama jawa. Misalnya Sultan Trenggono.
- Pengangkatan sultan sama dengan waktu pengangkatan raja. Tetapi pendeta diganti dengan ulama. Misalnya pengangkatan Raden Patah, Joko Tingkir, Sutawijaya tidak terlepas dari ulama / wali songo.

7. Sistem Kalender
- Kalender pada masa tradisi lokal, sistem pasaran.
- Kalender pada masa Hindu-Budha, tahun saka.
- Kalender pada masa Islam, kalender Hijriyah.


Perpaduan
- Pada masa Sultan Agung, kalender yang digunakan adalah kalender Hijriyah, tetapi tahunnya meneruskan tahun saka, dan perhitungannya berdasarkan bulan (Kalender Hijriyah). Yang diumumkan pada tanggal 8 Juli 1633 / 1 Muharam 1403 H / 1 Suro 1555 Jawa.
- Nama bulan pada tahun jawa sama dengan nama bulan kalender hijriyah, meskipun tidak semua.
Hijriyah Jawa
Muharam Suro
Safar Safar
Rabiul awal Mulud
Rabiul akhir Ba’da Mulud
Jumadil Awal Jumadil Awal
Jumadil Akhir Jumadil Akhir
Rajab Rejep
Sya’ban Ruwah
Ramadhan Poso
Syawal Sawal
Djulqaidah Dulkangidah
Djulhijjah Haji

8. Filsafat (Tasawuf)
- Tasawuf adalah pelajaran yang berisi soal-soal ketuhanan, dan berusaha untuk mendekatkan diri pada sang pencipta dengan cara melalui jalan suci.
- Seiring dengan berkembangnya tasawuf maka muncullah tarekat-tarekat di Indonesia. Tarekat adalah jalan atau cara yang ditempuh oleh kaum sufi untuk mendekatkan diri pada sang pencipta.
Perpaduan
- Kebatinan, dalam prakteknya orang tersebut menggunakan doa-doa islam tetapi tatacara yang dilakukan adalah pra-islam.
- Karomah, kelebihan yang dimiliki oleh para wali songo, sebagai media islamisasi.

Islamisasi yang dilakukan sunan kalijaga. Menggunakan wayang, misalnya :
- Prabu Dharmakusuma / Yudistira merupakan tokoh dalam cerita pewayangan Hindu-Budha, ia memiliki senjata sakti namanya jimat Kalimasada (kalimat sahadat). Prabu Dharmakusuma memiliki putra Pandawa Lima (rukun islam).

Sumber : http://rukawahistoria.blogspot.com & http://architecturoby.blogspot.com


 Berkunjung lagi ya, 
Jangan Lupa .... http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com

3 comments: