Pages

Social Icons

Beranda

Monday, 18 March 2013

Makalah : Upaya Pemberantasan Korupsi

Terimakasih Atas Kunjungannya :-)
Thanks For Visiting My Blog


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ramai di perbincangkan, baik di media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melekukan tindak korupsi. Terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur adalah cita-cita yang di inginkan oleh masyarakat. Masyarakat yang adil adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai hukum. Artinya, melaksanakan aturan hukum yang berlaku. Masyarakat yang makmur adalah masyarakat yang dapat mencukupi atau memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak dan wajar. Artinya, mereka mencukupi kebutuhan hidupnya dengan bekerja secara layak dan wajar, dalam arti tidak melawan hukum. Maka dari itu, di sini akan membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya.
B.     Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak di capai penulis melalui makalah ini adalah :
    1. Mengetahui pengertian dari korupsi.
    2. Mengetahui gambaran umum tentang korupsi Dan Jenis – Jenis Korupsi.
    3. Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
    4. Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
    5. Mengetahui Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
    6. Mengetahui Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantasan Korupsi
    7. Mengetahui peran serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi.
8.      Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
C.    Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai berikut :
    1. Pengertian Korupsi.
    2. Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia dan jenis – jenis korupsi.
    3. Ciri – ciri korupsi dan wilayah rawan korupsi.
    4. Persepsi masyarakat tentang korupsi.
    5. Fenomena korupsi di Indonesia.
    6. Kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
    7. Peran pemerintah dan mayarakat dalam memberantas korupsi.
    8. Dasar hukum pemberantasan korupsi.
    9. Upaya – upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi.







BAB II
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

A.    Pengertian Korupsi
Korupsi adalah tindak kejahatan luar biasa, yaitu perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri dengan cara menyelewengkan atau menyalahgunakan uang negara. Perbuatan korupsi jelas sangat merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara. Dari pemberitaan media massa diketahui bahwa kasus korupsi di Indonesia jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Kita semua tidak menginginkan kasus korupsi terus meningkat.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam UU No.31 tahun 1999 jo.UU No. 21 tahun 2000, merumuskan 30 bentuk / jenis tindak pidana korupsi, yang di kelompokan sebagai berikut :
1.                  Kerugian keuangan negara.
2.                  Suap menyuap.
3.                  Penggelapan dalam jabatan.
4.                  Pemerasan.
5.                  Perbuatan curang.
6.                  Benturan kepentingan dalam pengadaan.
7.                  Gratifikasi.
B.     Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia dan jenis – jenis korupsi :
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 tahun 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Jenis-Jenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
  1. Kerugian keuntungan Negara.
  2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin).
  3. Penggelapan dalam jabatan.
  4. Pemerasan.
  5. Perbuatan curang.
  6. Benturan kepentingan dalam pengadaan.
7.      Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).

C.    Ciri – ciri Korupsi dan Wilayah Rawan Korupsi.
Ciri – ciri Korupsi :
-          Perbuatan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara.
-          Perbuatan yang merugikan negara.
-          Tindakan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat.
-          Tindakan memperkaya diri sendiri dengan jalan menyalahgunakan kekuasaan.

Wilayah Rawan Korupsi :
-          Wilayah penegakan hukum
misalnya : keadilan yang diperdagangkan, rendahnya anggaran pengadilan, campur tangan politik dan lemahnya yuridikasi.
-          Wilayah partai politik
misalnya : sumbangan yang tidak terpantau, uang pelicin dari pelaku dan tidak adanya kebijakan apapun dari partai berkenaan dengan hal-hal yang berpeluang terjadinya korupsi.
-          Wilayah lembaga legislatif
misalnya : anggota DPR menerima suap, anggota tidak punya kode etik, anggota DPR tidak mewakili pemilih dan tidak adanya pengawasan terhadap anggota DPR.
-          Wilayah pemerintah daerah
misalnya : warisan korupsi dari pemerintah pusat, eksekutif menyuap legislatif dan DPRD tidak dapat melakukan supervisi kepada eksekutif.

D.    Persepsi Masyarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para koruptor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
E.     Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia adalah :
  1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada.
  2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “oknum” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis / ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
  3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
  4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
  1. Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering berubah - ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
  2. Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
  3. Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
  4. Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
  5. Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar (rakyat).
  6. Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang politik dan ekonomi-bisnis.
  7. Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jabatan dan hirarki politik kekuasaan.
F.     Kebijakan Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jalsa Agung Dan kapolri:
  1. Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
  2. Mencegan & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan hukum.
  3. Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkag – langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan pada :
  1. Mendesain ulang layanan publik .
  2. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yang berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
  3. Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.
G.    Peran Pemerintah dan Mayarakat dalam Memberantas Korupsi
Peran Pemerintah :
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
  1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
  2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance.
  3. Membangun kepercayaan masyarakat.
  4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
  5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
Peran Masyarakat :
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 sebagai berkut :
  1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi.
  2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum.
  3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
  4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari.
  5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum.
  6. Penghargaan pemerintah kepada mayarakat.
H.    Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi
-          UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan korupsi.
-          UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.
-          UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
-          PP No.71 tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
-          UU No. 15 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi.
-          UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi.
-          UU No. 7 tahun 2006 tentang United Nation Convention Againest Corruption.
-          Instruksi presiden RI No.5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi.

I.       Upaya – upaya yang harus di lakukan dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
  1. Upaya pencegahan (preventif).
  2. Upaya penindakan (kuratif).
  3. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
  4. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
1. Upaya Pencegahan (Preventif) :
  1. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
  2. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
  3. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
  4. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
  5. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
  6. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
  7. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
  8. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

2. Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
  1. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
  2. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
  3. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
  4. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
  5. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
  6. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
  7. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
  8. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
  9. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
  10. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
  1. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
  2. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
  3. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
  4. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
  5. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
  1. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
  2. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai perangkat pokoknya.
Meningkatnya kasus korupsi disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya rendahnya moralitas, tidak memiliki budaya malu, tidak taat pada hukum, tidak amanah, tidak jujur, dan lain sebagainya. Oleh karena itu diperlukan adanya langkah-langkah pusitif diantaranya adalah penyadaran dan pembinaan moralitas bangsa, sehingga penyelenggaraan Negara dapat berjalan dengan baik, yakni bersih dari tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.


B.     Saran
Saran yang ingin di sampaikan penulis kepada pembaca :
-          Seharusnya pemerintah LEBIH TEGAS terhadap terpidana korupsi.
-          Undang – Undang yang ada berlaku untuk semua warga Indonesia yang terlibat kasus korupsi.
-          Dengan adanya koruptor, menjadikan rakyat menjadi tidak nyaman dan tidak makmur.
-          Sebaiknya kasus korupsi di berantas dengan cepat dan tidak perlu di belit – belitkan dengan kasus yang lain.
-          Tidak perlu bangga dan menuai kontroversi, karena seharusnya para koruptor itu salah dan tidak ada betulnya sedikitpun.
-          Seharusnya mereka berpikir dahulu sebelum bertindak, dan selalu ingat adzab dari Tuhan yang begitu pedih akibat perbuatannya.





                                                                                                                                                               







DAFTAR PUSTAKA

-          Mahesa, Arya. 2008. Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
-          Winarno, Supardi. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Solo: PT. Tiga Serangkai.
-          www.google.com/korupsi di Indonesia


 ALWAYS REMEMBER : http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com

2 comments:

  1. Replies
    1. iya :-) terimakasih juga udah berkunjung. kapan kapan aku kunjungi balik :-)

      Delete