Thanks For Visiting My Blog
"Mengapa Beo Selalu Menirukan
Suara"
Dahulu kala, hewan-hewan di hutan bisa berbicara seperti manusia. Mereka
bercakap, bekerja sambil bercakap, juga hidup rukun dan damai. Pada suatu hari
Ibu Peri Penjaga Hutan mengumpulkan penghuni rimba.
Ia berkata, "Anak-anakku, Sang Pencipta telah menciptakan makhluk baru.
Namanya manusia. Sang Pencipta memutuskan bahwa manusialah yang akan berbicara
dengan bahasa kita. Dan kita diperintahkan untuk mencari bahasa dan suara baru
untuk kita pakai mulai saat ini."
Pada mulanya para penghuni rimba terkejut. Namun mereka sadar bahwa tidak
mungkin menolak kehendak Sang Pencipta.
"Ibu Peri Penjaga Hutan, kami tunduk kepada kehendak Sang Pencipta. Tapi
sekarang kami belum bisa mencari bahasa baru untuk kami pakai. Berilah kami
waktu," ujar Singa mewakili teman-temannya.
"Aku mengerti. Kalian diberi waktu satu minggu. Kalian akan berkumpul lagi
disini dan memberitahu padaku bahasa apa yang kalian pilih. Setelah itu,
pakailah bahasa serta suara itu, dan lupakan bahasa manusia."
Maka pulanglah penduduk hutan ke tempat masing-masing. Mereka mulai berpikir
keras untuk mencari suara yang gagah dan cocok untuk mereka masing-masing.
Begitulah, hari demi hari penduduk hutan sibuk bersuara. Mencari-cari suara
yang akan mereka pakai selanjutnya. Singa yang telah dinobatkan sebagai raja
hutan karena keberaniannya, lebih dahulu memilih suara mengaum.
"Aouuuuum," katanya dengan gagah memamerkan suaranya. Penduduk hutan
yang lain senang mendengarnya. Mereka merasa suara itu pas benar dengan bentuk
tubuh singa yang gagah.
Tapi tidak semua hewan senang mendengarnya. Burung Beo yang usil malah
menertawakan suara itu.
"Hahaha, mirip orang sakit gigi," cetus Beo sambil tertawa
terbahak-bahak.
Singa sangat malu mendengarnya.
Begitulah, hari berganti hari, semuanya mencoba berbagai suara kecuali Beo. Ia
sibuk mengejek suara-suara yang berhasil ditemukan.
"Hahaha, seperti suara pintu yang tidak diminyaki," ejek Beo kepada
Jangkrik yang menemukan suara berderik.
"Hahaha, kudengar nenek-nenek tertawa," ejeknya kepada Kuda.
"Ban siapa yang bocor? Hahaha," ia menertawakan suara desis Ular.
Begitulah pekerjaan Beo setiap hari. Ia sibuk mengintip dan menertawakan
penduduk hutan lainnya yang mencoba suara baru. Teman-temannya tidak dapat
berbuat apa-apa. Mereka malu dan langsung menghindar dari Beo. Tapi Beo selalu
berhasil menemukan dan menirukan suara mereka.
"Mbeeeek," tirunya ketika melihat Kambing.
"Ngok-ngooook," tirunya ketika melihat Babi.
Tak terasa sudah satu minggu. Penduduk hutan harus berkumpul kembali untuk
mengumumkan suara yang mereka pilih.
Ibu Peri Penjaga Hutan memanggil mereka satu per satu. Beo saja yang masih saja
tertawa. Ia pikir teman-temannya bodoh, karena suara yang mereka temukan
lucu-lucu.
Tibalah giliran Beo untuk mengumumkan suara barunya. Ia maju ke depan.
"Mbeeeek," jeritnya.
"Hei itu suaraku," kata Kambing.
Yang lain tertawa.
Beo tertegun. Ia baru sadar, selama ini ia terlalu sibuk mengejek
teman-temannya sehingga lupa untuk mencari suaranya sendiri.
"Muuu,…guk-guk,…meong," Beo panik. Ia menirukan saja suara yang
pernah ia dengar. Tentu saja Sapi, Anjing, dan Kucing tertawa terbahak-bahak.
Beo sangat malu. Akhirnya ia menangis tersedu-sedu. Ia minta maaf kepada
teman-temannya.
Dengan tersenyum Ibu Peri Penjaga Hutan berkata, "Sudahlah, kamu akan
tetap kuhadiahkan sebuah suara. Tapi sebagai pelajaran, kau akan tetap
menirukan suara orang, sehingga kau akan ditertawakan selamanya."
Begitulah riwayatnya, mengapa burung beo selalu menirukan suara-suara.
ALWAYS REMEMBER : http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com
No comments:
Post a Comment