Thanks For Visiting My Blog
AKULTURASI KARYA ANAK BANGSA
SEBAGAI PERMASALAHAN GLOBAL
Nama : Fauziah Isnaini
Nomor :
15
Kelas
: X- 1
SMA NEGERI 1 KARANGANYAR
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang
Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak
untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Akulturasi Karya Anak Bangsa Sebagai Permasalahan
Global”. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang
begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa
memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun
penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis
berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Karanganyar, 10 Desenber 2012
Fauziah
Isnaini
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang
bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia
global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat
akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting
kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru
yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk
kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul
sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi
baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi
begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi
sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Globalisasi
sering diperbincangkan oleh banyak orang, mulai dari para pakar ekonomi, sampai
penjual iklan. Dalam kata globalisasi tersebut mengandung suatu pengetian akan
hilangnya satu situasi dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara
diseluruh dunia dapat bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan. Dan dengan
terbukanya satu negara terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan
jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan
lain-lain. Konsep akan globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu pada
penyempitan dunia secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia,
yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi
tersebut. Di sini penyempitan dunia dapat dipahami dalam konteks institusi
modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia dapat dipersepsikan refleksif
dengan lebih baik secara budaya. Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari
berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses
pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan
kecil. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan
masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya. Pengertian lain
dari globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker (2004) adalah bahwa
globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang
semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam
kesadaran kita. Produksi global atas produk lokal dan lokalisasi produk global
Globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di
belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai
individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain.(A.G. Mc.Grew, 1992). Proses
perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi
informasi dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari
kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam kehidupan,
seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh sederhana
dengan teknologi internet, parabola dan TV, orang di belahan bumi manapun akan
dapat mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat. Hal ini akan
terjadi interaksi antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling
mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan
gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga
berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya
berpakaian, gaya rambut dan sebagainya
B. IDENTIFIKASI
MASALAH
Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam
bidang kebudayaan,misalnya :
– Hilangnya budaya asli suatu daerah atau
suatu negara
– Terjadinya
erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme
– Hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong
royong, kehilangan kepercayaan diri
– Gaya hidup
kebarat-baratan
C. RUMUSAN
MASALAH
Adanya globalisasi menimbulkan berbagai masalah terhadap eksistensi
kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta
terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai
budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya
massa.
D. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu
:
1. Mengetahui
pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan daerah
2. Untuk meningkatkan kesadaran remaja untuk
menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sendiri karena kebudayaan merupakan jati
diri bangsa.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. GLOBALISASI
DAN BUDAYA
Gaung globalisasi, yang sudah
mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk
bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar
terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh
adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai
nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki
oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat
didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan
hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam
kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi
berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat
dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila
disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada
dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran
dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan
Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa
yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian
rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari
pengaruh globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan
cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam
memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang
tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam
globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh
negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka
yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara
maju. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir
akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik,
ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Wacana globalisasi sebagai
sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan
transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap
bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan
menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon
Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang
alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses
alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan
perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari
kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni, dalam proses ini, negara-negara harus
memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar
tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah
mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka.
Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa
Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah
sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk
menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan
dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini
bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang dahulu dipaksakan
melalui imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas dengan nama
globalisasi.
B. GLOBALISASI
DALAM KEBUDAYAAN TRADISIONAL DI INDONESIA
Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar
masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia
ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia
terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan
berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu
kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah.
Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka
waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan
perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan demikian
berlangsung selama beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga
bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan
bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam
proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun
juga terkait dengan masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang
terlekat di dalamnya masih tetap berarti.. Masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya,
lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia
ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan
perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di
Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang
dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat.
C. PERUBAHAN
BUDAYA DALAM GLOBALISASI KESENIAN YANG
BERTAHAN DAN YANG TERSISIHKAN
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni
perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari
nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social
merupakan salh satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan
teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana
transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap
bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan
menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya
saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna
globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa
menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi
siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin
banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian populer
lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara
pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian
memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah
berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga.
Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap
keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian
dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat
yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini,
kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih
beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian
tradisional kita. Dengan parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan
hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi
yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional
Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam
masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis
Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan
perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang
hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan
globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian
yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai
tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua
kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih
menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus
tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi
komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga
alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya
masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional
yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian
tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata
Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat
disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional
Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu
agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh lainnya adalah
kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di Jawa Timur
sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan
contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi.
Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional,
melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat
di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati
begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada beberapa seni
pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula
kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi
komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja
kesenian tradisional “Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok
Srimulat. Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki
penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran
televisi, bukan ketoprak panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian,
ketoprak termasuk kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi
dengan perubahan zaman. Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap
bertahan dan mampu beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit.
Beberapa dalang wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom
Suroto tetap diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun
pertunjukan secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak
beberapa tahun lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai
bukti akan besarnya minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan
nasional kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari
kesenian tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang
kulit tiap beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu
atau satu bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.
D. PENGARUH
GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA
Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap
perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan
telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap
memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi,
Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk
melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah,
gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas.
Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, duapuluh tahun yang lalu, anak-anak
remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading
(alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan,
remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat
ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah
tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di
televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan
daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata
budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah,
juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya.
Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa
indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah
lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak,
Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai
rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka
menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya)
dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa
Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan
Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang sering kita dengar di
film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini
disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan
dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion . Gaya berpakaian remaja Indonesia
yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti
perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai
pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya
perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar negeri yang
ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia . Derasnya arus
informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet, turut serta
`menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah
menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran
kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang
di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan
ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah globalisasi telah
merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur (termasuk Indonesia )
sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai ketimuran.
E. TINDAKAN YANG
MENDORONG TIMBULNYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN DAN CARA MENGANTISIPASI ADANYA
GLOBALISASI KEBUDAYAAN
Peran kebijaksanaan pemerintah yang lebih mengarah kepada
pertimbangan-pertimbangan ekonomi daripada cultural atau budaya dapat dikatakan
merugikan suatu perkembangan kebudayaan. Jennifer Lindsay (1995) dalam bukunya
yang berjudul ‘Cultural Policy And The Performing Arts In South-East Asia’,
mengungkapkan kebijakan kultural di Asia Tenggara saat ini secara efektif
mengubah dan merusak seni-seni pertunjukan tradisional, baik melalui campur
tangan, penanganan yang berlebihan, kebijakan-kebijakan tanpa arah, dan tidak
ada perhatian yang diberikan pemerintah kepada kebijakan kultural atau konteks
kultural. Dalam pengamatan yang lebih sempit dapat kita melihat tingkah laku
aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, di mana
banyaknya campur tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar sesuai
dengan tuntutan pembangunan. Dalam kondisi seperti ini arti dari kesenian
rakyat itu sendiri menjadi hambar dan tidak ada rasa seninya lagi. Melihat
kecenderungan tersebut, aparat pemerintah telah menjadikan para seniman
dipandang sebagai objek pembangunan dan diminta untuk menyesuaikan diri dengan
tuntutan simbol-simbol pembangunan. Hal ini tentu saja mengabaikan masalah
pemeliharaan dan pengembangan kesenian secara murni, dalam arti benar-benar didukung
oleh nilai seni yang mendalam dan bukan sekedar hanya dijadikan model saja
dalam pembangunan. Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak dapat
mempunyai ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau
natural, karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi
sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan
rasional. Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita lihat, misalnya
kesenian asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya
sudah diatur dan disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan
tujuan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Aparat pemerintah di sini turut
mengatur secara normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut tidak lagi terlihat
keasliannya dan cenderung dapat membosankan. Untuk mengantisipasi hal-hal yang
tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni bagi kesenian
rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai
pelindung dan pengayom kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut campur
dalam proses estetikanya. Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini
membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk menghindari
keterlibatan pemerintah dan bagi para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yang
sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian
(oroginalitas) yang diinginkan para seniman rakyat tersebut. Oleh karena itu
pemerintah harus ‘melakoni’ dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang
melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat tersebut
tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan politik.
Globalisasi informasi dan budaya yang terjadi menjelang millenium baru seperti
saat ini adalah sesuatu yang tak dapat dielakkan. Kita harus beradaptasi
dengannya karena banyak manfaat yang bisa diperoleh. Harus diakui bahwa
teknologi komunikasi sebagai salah produk dari modernisasi bermanfaat besar
bagi terciptanya dialog dan demokratisasi budaya secara masal dan merata.
Globalisasi mempunyai dampak yang besar terhadap budaya. Kontak budaya melalui
media massa menyadarkan dan memberikan informasi tentang keberadaan nilai-nilai
budaya lain yang berbeda dari yang dimiliki dan dikenal selama ini. Kontak
budaya ini memberikan masukan yang penting bagi perubahan-perubahan dan
pengembangan-pengembangan nilai-nilai dan persepsi dikalangan masyarakat yang
terlibat dalam proses ini. Kesenian bangsa Indonesia yang memiliki kekuatan
etnis dari berbagai macam daerah juga tidak dapat lepas dari pengaruh kontak
budaya ini. Sehingga untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap
perubahan-perubahan diperlukan pengembangan-pengembangan yang bersifat global
namun tetap bercirikan kekuatan lokal atau etnis. Globalisasi budaya yang
begitu pesat harus diantisipasi dengan memperkuat identitas kebudayaan
nasional. Berbagai kesenian tradisional yang sesungguhnya menjadi aset kekayaan
kebudayaan nasional jangan sampai hanya menjadi alat atau slogan para pemegang
kebijaksanaan, khususnya pemerintah, dalam rangka keperluan turisme, politik
dsb. Selama ini pembinaan dan pengembangan kesenian tradisional yang dilakukan
lembaga pemerintah masih sebatas pada unsur formalitas belaka, tanpa menyentuh
esensi kehidupan kesenian yang bersangkutan. Akibatnya, kesenian tradisional
tersebut bukannya berkembang dan lestari, namun justru semakin dijauhi
masyarakat. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi oleh kesenian rakyat cukup
berat. Karena pada era teknologi dan komunikasi yang sangat canggih dan modern
ini masyarakat dihadapkan kepada banyaknya alternatif sebagai pilihan, baik
dalam menentukan kualitas maupun selera. Hal ini sangat memungkinkan keberadaan
dan eksistensi kesenian rakyat dapat dipandang dengan sebelah mata oleh
masyarakat, jika dibandingkan dengan kesenian modern yang merupakan imbas dari
budaya pop. Untuk menghadapi hal-hal tersebut di atas ada beberapa alternatif
untuk mengatasinya, yaitu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi para
seniman rakyat. Selain itu, mengembalikan peran aparat pemerintah sebagai
pengayom dan pelindung, dan bukan sebaliknya justru menghancurkannya demi
kekuasaan dan pembangunan yang berorientasi pada dana-dana proyek atau
dana-dana untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengaruh globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang
negatif bagi kebudayaan bangsa Indonesia . Norma-norma yang terkandung dalam
kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar. Gencarnya serbuan
teknologi disertai nilai-nilai interinsik yang diberlakukan di dalamnya, telah
menimbulkan isu mengenai globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan nilai baru
tentang kesatuan dunia. Radhakrishnan dalam bukunya Eastern Religion and
Western Though (1924) menyatakan “untuk pertama kalinya dalam sejarah umat
manusia, kesadaran akan kesatuan dunia telah menghentakkan kita, entah suka
atau tidak, Timur dan Barat telah menyatu dan tidak pernah lagi terpisah?.
Artinya adalah bahwa antara barat dan timur tidak ada lagi perbedaan. Atau dengan
kata lain kebudayaan kita dilebur dengan kebudayaan asing. Apabila timur dan
barat bersatu, masihkah ada ciri khas kebudayaan kita? Ataukah kita larut dalam
budaya bangsa lain tanpa meninggalkan sedikitpun sistem nilai kita? Oleh karena
itu perlu dipertahanan aspek sosial budaya Indonesia sebagai identitas bangsa.
Caranya adalah dengan penyaringan budaya yang masuk ke Indonesia dan
pelestarian budaya bangsa. Bagi masyarakat yang mencoba mengembangkan seni
tradisional menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya
memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan
komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu
indah dan mahal. Kesenian adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai
harganya dan tidak dimiliki bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai
generasi muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni
budaya kita demi masa depan anak cucu.
B. SARAN – SARAN
Dari
hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah
terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu :
1. Pemerintah
perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran
budaya bangsa.
2. Masyarakat perlu berperan aktif dalam
pelestarian budaya daerah masing-masing khususnya dan budaya bangsa pada
umumnya.
3. Para pelaku
usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita, hiburan
dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya
4. Masyarakat
perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang
masuk tidak merugikan dan berdampak negative.
5. Masyarakat
harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh
globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang
merupakan jati diri bangsa kita.
ALWAYS REMEMBER : http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com
No comments:
Post a Comment